by Ansor Rasyidin Assad
Pemilihan Umum (Pemilu) yang berorientasi pada pemilihan anggota
legislatif telah terlaksana pada tanggal 9 April lalu. Tentunya hingga saat ini
banyak pihak terlebih para kontestan yang berharap-harap cemas dalam menunggu
hasil penghitungan suara yang resmi dari KPU.meskipun begitu, para pemenang
tampaknya sudah bisa ditebak dengan melihat hasil perhitungan cepat (quick count) yang diadakan oleh
sejumlah lembaga survey di tanah air yang mana dalam setiap pemilu dari tahun
ke tahun hasil perhitungan suara versi KPU tidak jauh berbeda dengan
perhitungan quick count.
Hasil ditebak, ummatpun bergejolak. Pasalnya berdasarkan hasil hitung
cepat, deretan teratas didominasi oleh partai nasionalis yang cenderung
sekuler. Sedangkan partai Islam yang dengan penerapan Syari’at diharapkan dapat
membawa Indonesia lebih baik hanya berada di posisi menengah ke bawah. Umat
Islampun saling serang dengan sesama muslim. Mengapa memilih partai A yang
sekulernya mirip komunis. Mengapa Golput dan mengajak Golput hingga suara Islam
diambil oleh sekuler, dan sebagainya. Begitulah ramainya pembicaraan umat Islam
pasca pemilu pada saat ini. Bahkan partai Islampun tidak luput dari cercaan.
Mengapa tidak bersatu, fusi atau koalisi yang mengakibatkan umat Islam semakin
terpecah belah.
Sebuah nasehat yang sangat baik dilontarkan oleh para ulama di setiap
menjelang pemilu agar umat Islam saling menghargai pilihan orang lain dan memilih
yang terbaik yang akan mewakili kita di pemerintahan dalam menetapkan dan
menerapkan perundang-undangan negara. Jangan sampai hanya karena berbeda
pilihan sampai berbuah pada perpecahan. Mungkin nasehat ini berlaku juga pada
umat Islam yang tidak menggunakan hak pilihnya alia golput. Hal ini dikarenakan
perbedaan pandangan antara umat Islam yang bersikap Golput dengan yang tidak
lebih tampak ke permukaan ketimbang perbedaan piihan apabila umat Islam memilih
partai sekuler bahkan yang anti Islam sekalipun.
Dilihat dari berbagai sisi, maka perpecahan ini tidaklah menguntungkan
bagi perkembangan politik Islam di Indonesia. Alih-alih memperjuangkan Izzul Islam wal Muslimin, yang ada malah
potensi umat Islam yang digarap oleh kalangan sekuler dan kafir dalam
mengembangkan pemikiran anti Islam.
Oleh sebab itulah maka alangkah lebih baiknya pasca pemilu ini umat Islam
Indonesia bersikap saling menjaga ukhuwah sesama muslim dengan cara:
1.
Tidak mempersoalkan kuantitas umat Islam di parlemen.
Sebab, sejatinya indikator kemajuan sebuah peradaban bukanlah terletak pada
seberapa besar jumlah umat Islam yang duduk di parlemen, melainkan seberapa
sadar umat Islam akan pemikiran mengenai penerapan syari’at Islam. Selain itu,
kekuasaan umat Islam di parlemen juga bukan jaminan akan tegaknya syari’at
Islam.
2.
Tidak mempermasalahkan tentang plus minus Golput. Sebab
pada hakikatnya Pemilu adalah boleh, dan bukan sebuah keharusan. Makanya,
dinamakan hak pilih, bukan kewajiban memilih. Yang namanya hak itu boleh
digunakan atau tidak, tergantung dari si pemegang hak.
3.
Lebih menekankan perhatian kepada berbagai persoalan
keummatan. Sebab akar berbagai problematika ini sebenarnya bermula dari
masyarakat yang cenderung apatis dalam memandang Islam. Kalaupun pemerintah
berbuat penyimpangan, itu dikarenakan pemerintah juga merupakan dari masyarakat
yang dididik di lingkungan apatis syari’at Islam tersebut. Oleh sebab itulah
maka momentum pemilu pada saat ini hendaknya dijadikan pelajaran bagi kita
dalam membina kader-kader pejuang Islam. Bisa jadi apabila kekuasaan diserahkan
kepada umat Islam pada saat ini, umat Islam belum siap dalam menjalankan
syari’at Islam yang telah digariskan pemerintah dalam bernegara.
posted by asha
2 komentar :
intinya, gk usah berantem hanya karena sikap politik yg golput ato gk
ada yg lebih penting dari itu, yaitu "NGURUSI ANAK-ANAK UMMAT"
Betul bro
kemaren ane diskusi di lokal tentang akar politik hukum di indonesia
ane tanyak tentang peluang kembalinya penerapan piagam jakarta (jakarta charter), kata org itu gk bisa karena walaupun umat islam adalah mayoritas, namun pemahaman umat islam rata2 masih sekuler, se-sekuler pancasila
kesimpulannya, kebanyakan umat islam di indonesia ini cuma ritualnya aja yg islam, tapi cara pandangnya liberal bin kafir
Posting Komentar