16 April 2014


by Ansor Rasyidin Assad

Pemilihan Umum (Pemilu) yang berorientasi pada pemilihan anggota legislatif telah terlaksana pada tanggal 9 April lalu. Tentunya hingga saat ini banyak pihak terlebih para kontestan yang berharap-harap cemas dalam menunggu hasil penghitungan suara yang resmi dari KPU.meskipun begitu, para pemenang tampaknya sudah bisa ditebak dengan melihat hasil perhitungan cepat (quick count) yang diadakan oleh sejumlah lembaga survey di tanah air yang mana dalam setiap pemilu dari tahun ke tahun hasil perhitungan suara versi KPU tidak jauh berbeda dengan perhitungan quick count.
Hasil ditebak, ummatpun bergejolak. Pasalnya berdasarkan hasil hitung cepat, deretan teratas didominasi oleh partai nasionalis yang cenderung sekuler. Sedangkan partai Islam yang dengan penerapan Syari’at diharapkan dapat membawa Indonesia lebih baik hanya berada di posisi menengah ke bawah. Umat Islampun saling serang dengan sesama muslim. Mengapa memilih partai A yang sekulernya mirip komunis. Mengapa Golput dan mengajak Golput hingga suara Islam diambil oleh sekuler, dan sebagainya. Begitulah ramainya pembicaraan umat Islam pasca pemilu pada saat ini. Bahkan partai Islampun tidak luput dari cercaan. Mengapa tidak bersatu, fusi atau koalisi yang mengakibatkan umat Islam semakin terpecah belah.
Sebuah nasehat yang sangat baik dilontarkan oleh para ulama di setiap menjelang pemilu agar umat Islam saling menghargai pilihan orang lain dan memilih yang terbaik yang akan mewakili kita di pemerintahan dalam menetapkan dan menerapkan perundang-undangan negara. Jangan sampai hanya karena berbeda pilihan sampai berbuah pada perpecahan. Mungkin nasehat ini berlaku juga pada umat Islam yang tidak menggunakan hak pilihnya alia golput. Hal ini dikarenakan perbedaan pandangan antara umat Islam yang bersikap Golput dengan yang tidak lebih tampak ke permukaan ketimbang perbedaan piihan apabila umat Islam memilih partai sekuler bahkan yang anti Islam sekalipun.
Dilihat dari berbagai sisi, maka perpecahan ini tidaklah menguntungkan bagi perkembangan politik Islam di Indonesia. Alih-alih memperjuangkan Izzul Islam wal Muslimin, yang ada malah potensi umat Islam yang digarap oleh kalangan sekuler dan kafir dalam mengembangkan pemikiran anti Islam.
Oleh sebab itulah maka alangkah lebih baiknya pasca pemilu ini umat Islam Indonesia bersikap saling menjaga ukhuwah sesama muslim dengan cara:
1.      Tidak mempersoalkan kuantitas umat Islam di parlemen. Sebab, sejatinya indikator kemajuan sebuah peradaban bukanlah terletak pada seberapa besar jumlah umat Islam yang duduk di parlemen, melainkan seberapa sadar umat Islam akan pemikiran mengenai penerapan syari’at Islam. Selain itu, kekuasaan umat Islam di parlemen juga bukan jaminan akan tegaknya syari’at Islam. 
2.      Tidak mempermasalahkan tentang plus minus Golput. Sebab pada hakikatnya Pemilu adalah boleh, dan bukan sebuah keharusan. Makanya, dinamakan hak pilih, bukan kewajiban memilih. Yang namanya hak itu boleh digunakan atau tidak, tergantung dari si pemegang hak.
3.      Lebih menekankan perhatian kepada berbagai persoalan keummatan. Sebab akar berbagai problematika ini sebenarnya bermula dari masyarakat yang cenderung apatis dalam memandang Islam. Kalaupun pemerintah berbuat penyimpangan, itu dikarenakan pemerintah juga merupakan dari masyarakat yang dididik di lingkungan apatis syari’at Islam tersebut. Oleh sebab itulah maka momentum pemilu pada saat ini hendaknya dijadikan pelajaran bagi kita dalam membina kader-kader pejuang Islam. Bisa jadi apabila kekuasaan diserahkan kepada umat Islam pada saat ini, umat Islam belum siap dalam menjalankan syari’at Islam yang telah digariskan pemerintah dalam bernegara.


posted by asha
Posted by Pw PII Sumut on 12.41 in ,     2 comments »

2 komentar :

A.R Assa'ad mengatakan...

intinya, gk usah berantem hanya karena sikap politik yg golput ato gk
ada yg lebih penting dari itu, yaitu "NGURUSI ANAK-ANAK UMMAT"

Abu Syaif mengatakan...

Betul bro
kemaren ane diskusi di lokal tentang akar politik hukum di indonesia
ane tanyak tentang peluang kembalinya penerapan piagam jakarta (jakarta charter), kata org itu gk bisa karena walaupun umat islam adalah mayoritas, namun pemahaman umat islam rata2 masih sekuler, se-sekuler pancasila
kesimpulannya, kebanyakan umat islam di indonesia ini cuma ritualnya aja yg islam, tapi cara pandangnya liberal bin kafir