11 November 2021


Kemendikbudristek menerbitkan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Permendikbud No 30/2021 ditandatangani Mendikbud Riset Nadiem Makarim pada 31 Agustus 2021 dan diundangkan pada 3 September 2021.

Ketentuan itu kemudian menuai kritik dari berbagai pihak. Namun, ada juga dukungan dari sejumlah pihak terkait hal ini.

Siap Diterapkan di Kampus UIN 

Mendikbudristek Nadiem Makarim telah menemui Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, membahas Permendikbud 30/2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi.

Dari Hasil pertemuan itu, Menteri Agama siap mendukung dan akan membuat edaran sesuai Permendikbudristek 30 tahun 2021 untuk diterapkan di PTKN. 

Pengurus Wilayah Pelajar Islam Indonesia (PII) Sumatera Utara, ikut bersuara mengkritik Permendikbudristek 30 tahun 2021 yang telah di dukung oleh Menteri Agama untuk diturunkan di Lingkungan PTKN seperti UIN dan IAIN. 

Ketua Umum PW PII Sumut, Indra Kelana menyatakan bahwa " Aturan yang dibuat untuk menekan kasus kekerasan seksual di kampus itu akan terus menuai kritik luas dari ormas Islam, karena justru dianggap bisa melegalkan seks bebas. Disebabkan terdapat diksi multitafsir dari beberapa pasal. " 

Seperti aturan yang termaktub pada Pasal 5 ayat 2 huruf L & M. Bahwa yang dimaksud dengan kekerasan seksual itu meliputi ; 
L. Menyentuh, Mengusap, Meraba, Memegang, Memeluk, Mencium dan atau menggosokkan bagian tubuhnya ke bagian tubuh korban tanpa persetujuan korban
M. Membuka pakaian korban tanpa persetujuan korban. 

"Diksi "tanpa persetujuan korban" ini, seakan-akan dapat ditafsirkan memperbolehkan atau tidak mempermasalahkan bila tindakan-tindakan seksual dimaksud dilakukan dengan persetujuan kedua pihak. Maka sebaiknya diksi itu dihapuskan saja, diubah tanpa mencantumkan dengan persetujuan korban. " Tutur Indra. 

" Mendikbudristek harus segera lakukan peninjauan kembali sebelum RUU PPKS ini disahkan, karena aturan yang ada tidak sesuai dengan Pancasila, amanat UU tentang Pendidikan Nasional dan norma agama. " 

" Kebijakan yang diambil untuk melakukan pencegahan kekerasan seksual dengan menerbitkan Permendikbud ini langkah yang baik. Hanya saja, dalam aturan kebijakannya haruslah memperhatikan norma-norma yang berlaku. " Tambahnya. 

" Selain melakukan pencegahan kekerasan seksual, Mendikbudristek Nadiem Makarim dan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas perlu memperhatikan bahwa praktik seks bebas di lingkungan kampus sudah menjadi hal yang tidak tabu atau sering terjadi. Hal itu justru akan mengakibatkan kualitas pendidikan semakin buruk, disebabkan degradasi moral yang terjadi di lingkungan kampus." 

" Mendikbudristek Nadiem Makarim harus melihat sampai kesana bila benar-benar ingin menciptakan Pelajar Pancasila. "  Pungkas Indra, yang juga Alumni Mahasiswa UINSU Medan. - Ikal


Posted by Pw PII Sumut on 17.15 in     No comments »

07 Agustus 2021

Oleh : Indra Kelana

Pendidikan dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan keterkaitannya. Kebudayaan pada prinsipnya merupakan media yang memungkinkan pendidikan dalam ruang lingkup keluarga dan masyarakat dapat berlangsung dengan baik. Dalam sebuah negara yang sedang berkembang modernisasi akan berhasil apabila pendidikan keluarga dan masyarakat menggunakan budaya masyarakatnya, terutama dalam mengembangkan modernisasi melalui simbol-simbol dan bentuk komunikasi tradisional. 

Prof. Usman Pelly, Ph.D dalam bukunya “Etnisitas Dalam Politik Multikultural” (Casa Mesra Publisher, 2015) memandang dari segi antropologi, sekolah dilihat sebagai suatu sub-kultur yang memiliki wawasan, ritme kehidupan, tata nilai dan program tersendiri untuk mentransmisikan suatu akumulasi warisan budaya yang meliputi : 
Cara berpikir (mode of thinking), Perbuatan (acting), Perasaan (feeling), Sistem simbol yang dapat membedakan dan membagi pengalaman kedalam bagian-bagian yang dapat diidentifikasi, Kebiasaan (habit), Ekspresi standart ukuran perbuatan, Hukum (termasuk adat istiadat), Politik, Agama, Kelembagaan atau institusi ekonomi (yang menekankan status tertentu), Keterampilan, teknologi dan artifacts (Connerta 1977, Herkovit 2000)

Menurut beliau, pendidikan disekolah sering dilihat secara sempit terutama oleh kebanyakan guru yang terlalu memusatkan diri pada proses belajar dikelas (class room interaction). Seakan sekolah terlepas dari konteks sosial masyarakat pendukung budaya dimana sekolah itu berada. Seyogianya seorang guru tidak hanya melihat sekolah itu sebagai tempat “transmission of knowledge and skill”, tetapi juga sebagai “transmission of way of life” dan “transmission world view”. Sebab, ketiga fungsi pendidikan itu perlu dilandasi oleh budaya keluarga anak-anak itu sendiri, agar mereka dapat tumbuh menjadi manusia yang memiliki jati diri sendiri. 

Pengalaman Tragis Masyarakat Samoa 
Kepulauan Samoa adalah daerah protektorat Amerika Serikat yang terletak dilautan pasifik. Letak geografis kepulauan ini sangat strategis, menghubungkan benua Amerika dengan Asia dan Australia, serta daerah disekitar Filipina dan Indonesia. Perang Dunia II telah membuktikan posisi strategis Kepulauan Samoa sebagai jembatan Jenderal Mac Arthur, Panglima Tentara Sekutu di Pasifik masa itu, mengalahkan kembali Jepang dan memenangkan Perang Dunia ke II. 

Pemerintah Amerika Serikat berkeinginan agar rakyat Samoa menjadi bagian integral dari rakyat Amerika. Karena itulah pemerintah Amerika Serikat membangun pilot proyek pendidikan modern metode jarak jauh dengan menggunakan media TV untuk anak-anak di Kepulauan Samoa. Sedangkan kurikulum dan perencanaan pendidikan lainnya disiapkan dalam sebuah paket. Paket demi paket ditayangkan melalui TV dari San Francisco, kesekolah-sekolah yang dibangun dikepulauan itu, dimana murid-murid pribumi Samoa mengikuti pelajaran dengan bantuan beberapa orang instruktur yang sudah dididik menjadi fasilitator dari Amerika. Pendidikan jarak jauh melalui TV ini disebut “Teaching Box” . 

Setelah proyek pendidikan ini berjalan satu dekade (sepuluh tahun), diluar dugaan pemerintah Amerika Serikat, ternyata telah memberikan dampak tragis kepada masyarakat Samoa. Dari satu sisi pendidikan jarak jauh ini, telah menghasilkan generasi muda yang berpendidikan modern dalam pengertian formal telah sampai pada  jenjang SMP. Namun dalam sisi lain, generasi muda ini tidak merasa bahagia dalam menjalani kehidupan ditengah masyarakat Samoa. Mereka merasa terasing dari budaya masyarakatnya sendiri, dampak dari perasaan terelienasi itu mereka tidak betah hidup bersama dengan masyarakat (keluarga) yang telah melahirkannya. 

Beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh UNESCO (Badan Pendidikan di PBB), memperlihatkan bahwa sebahagian besar dari lulusan pendidikan modern itu terpaksa meninggalkan kepulauan Samoa, pergi keberbagai tempat didaratan Amerika. Sebahagian yang lainnya bertahan untuk menetap di Samoa, diberitakan banyak yang mengalami gangguan mental. Pada umumnya mereka memiliki kecenderungan untuk mengasingkan diri dari masyarakat tradisional Samoa. 
 
Kondisi Samoa yang tragis ini, pada dasarnya tidak disebabkan karena faktor-faktor teknis edukatif, seperti penggunaan TV , kurikulum yang terkonsentrasi atau kehadiran guru jarak jauh, sehingga umpan balik terhadap performansi murid-murid hanya ditangani oleh para instruktur saja. Akan tetapi, karena isi dan suasana pendidikan yang didasain kedalam kurikulum tersebut tidak berakar dari budaya masyarakat Samoa, melainkan dari budaya modern masyarakat Amerika Serikat, yang masih asing bagi masyarakat Samoa. Anak-anak dalam selama sepuluh tahun itu secara sistematis telah tercerabut dari akar budayanya sendiri, sehingga dia dibesarkan oleh pendidikan asing dan menjadi seseorang yang asing dengan masyarakatnya sendiri, dia tumbuh tanpa budayanya. 
 
Pendidikan Indonesia Saat Ini 
Selama masa pandemi covid-19 hampir 3 bulan pendidikan berjalan menggunakan metode pembelajaran jarak jauh. Setelah melihat pelaksanaan pembelajaran jarak jauh selama pademi covid-19 dan diberlakukan kebijakan new normal, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengatakan, metode  pembelajaran jarak jauh (PJJ) nantinya bisa diterapkan secara permanen. Menurut analisis Kemendikbud, pemanfaatan teknologi dalam kegiatan belajar-mengajar akan menjadi hal yang mendasar. 
Dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR, pada kamis 2 Juli 2020. Nadiem mengatakan, “Pembelajaran jarak jauh ini akan menjadi permanen. Bukan pembelajaran jarak jauh pure saja, tapi hybrid model. Adaptasi teknologi itu pasti tidak akan kembali lagi”. 

Kemendikbud berpikir bahwa saat ini adalah kesempatan melakukan berbagai macam efisiensi dan teknologi dengan software aplikasi dan memberikan kesempatan bagi guru-guru, kepala sekolah dan murid-murid untuk melakukan berbagai macam hybrid model atau school learning management system yang berpotensi sangat besar.    
Sebenarnya dalam hal ini, boleh saja Kemendikbud mencoba melakukan inovasi sebagai bentuk respon dan adaptasi proses modernisasi di era ini. Namun, perlu adanya evaluasi secara berkala dari sistem yang telah berjalan dan penyesuaian antara sistem pendidikan dengan budaya nasional. Oleh  karena itu, seyogianya Kemendikbud juga harus melakukan penelitian secara universal dan sistematis terkait kesiapan masyarakat Indonesia dalam menerapkan sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) permanen tersebut. 

Indonesia dapat  belajar dari pengalaman tragis masyarakat Kepulauan Samoa. Dapat dilihat betapa hubungan antara pendidikan dan kebudayaan sering terjebak dalam situasi yang dilematis. Disatu pihak ada keinginan untuk tetap mempertahankan tradisi dan budaya asli yang telah menjadi nilai dasar yang mengakar dalam tujuan dan pedoman kehidupan masyarakat, sedangkan dipihak lain ada upaya untuk melakukan perubahan dari luar yang dipengaruhi oleh faktor politis dan budaya asing yang dibawa kedalam institusi pendidikan sehingga berpotensi merombak budaya lokal. 

Hakekatnya pendidikan merupakan sarana budaya dalam pembentukan manusia ideal menurut pandangan masyarakat yang membangun institusi pendidikan itu. Sebab itulah, pendidikan harus berakar dan berorientasi kepada budaya masyarakat yang bersangkutan, apabila mereka tidak ingin kehilangan generasi mudanya. Dipihak lain, lembaga pendidikan dapat berfungsi sebagai “agent of change”  (lembaga perubahan) budaya, cara berpikir, karaker, perilaku dan pandangan dunia generasi muda. Sebaliknya, pendidikan yang tidak berakar dan berorientasi pada kebudayaan nasional akan menghasilkan manusia yang “root less”  tercabut dari akar budaya masyarakat dan bangsanya.  

Pendidikan modern yang terkesan dipaksakan oleh Amerika Serikat kepada anak-anak Samoa yang tidak berakar dari budaya masyarakatnya, telah menjadikan generasi muda Samoa mengalami goncangan budaya (cultural sock), karena sama sekali tidak terjadi kesinambungan antara kehidupan keluarganya dengan disekolah. Setelah menyelesaikan pendidikan dan terjun kedalam masyarakatnya, mereka merasa menjadi orang asing dalam masyakatnya sendiri. Dampak traumatik seperti inilah yang sangat mengkhawatirkan apabila pendidikan pada anak tidak dilandasi oleh budaya nasional dan budaya religiusnya sendiri. 

Memang hampir diseluruh dunia tanpa terkecuali Indonesia, mengadopsi model pendidikan dari Barat. Meskipun sebagian metodologi dan program yang dikembangkan dapat dicontoh dan diterapkan. Namun landasan filosofis, isi, esensi dan suasana pendidikan itu sendiri haruslah diciptakan agar sesuai dengan tujuan dan cita-cita masyarakatnya sendiri. 

Wassalam.
______________
Penulis adalah Mahasiswa UINSU Medan dan Ketua Umum PW PII Sumut Periode 2019-2021

Editor : Ikal 
Posted by Pw PII Sumut on 17.37 in     No comments »

29 Mei 2021


Oleh : Rika (Dept. Pemberdayaan dan 
Pengembangan potensi Pelajar PW PII Sumut)

"Janganlah kalian orang-orang musyrik dengan perempuan perempuan mukmin sampai mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin telah baik dari orang musyrik, walupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin nya’’. (QS.AL-BAQARAH:221)      
                                   
Demikian pula di dalam ayat ini ada beberapa hukum yang  berkaitan masalah perempuan, ada hukum yang berkaitan mengenai perempuan yang menikah dengan laki-laki musyrik, di dalam Al-Qur’an sudah di atur bahwa wanita di larang menikah dengan laki-laki musyrik karena di khawatirkan akan melanggar hukum syari’at walaupun laki-laki tersebut adalah seorang yang ahli kitab.

" Perempuan-perempuan yang di cerai hendak lah menahan  diri (menunggu) tiga kali quru’ tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang di ciptakan ALLAH dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada ALLAH dan hari akhirat suami-suaminya mereka berhak merujuki nya dalam masa iddah  itu, jika mereka (para suami) menghendaki  ishlah. Perempuan-perempuan itu mempunyai hak yang seimbang dengan kewajiban nya menurut cara yang makruf. Tetapi, para suami memiliki satu tingkatan kelebihan dari para istri nya. Allah maha perkasa lagi Maha Bijaksana’’  (QS.AL-BAQARAH:228).

Sebagian ulama berpendapat QURU’ merupakan haid sedang kan sebagian ulama berpendapat bahwa QURU’ adalah suci. Setiap manusia hak dan diperbolehkan memilih pendapat para ulama yang berbeda dari kedua pemahaman yang berbeda ada pun penjelasan QURU’ dengan makna haid, cara menghitung masa iddah adalah haid yang di dapat oleh seorang perempuan setelah diceraikan suaminya di hitung sebagai haid pertama, jika perempuan tersebut mendapat haid  lagi itu adalah haid kedua.

‘’Hai orang-orang yang beriman, jika perempuan-perempuan mukmin datang berhijrah kepadamu hendaklah kamu menguji (keimanan) mereka. ALLAH  lebih mengetahui keimanan mereka, jika kamu telah mengetahui  bahwa mereka benar benar beriman maka janganlah kamu mengembalikan mereka kepada orang-orang kafir (suami-suami  mereka). Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal bagi mereka. Dan berikan lah kepada (suami) mereka mahar yang telah mereka berikan. Dan tidak ada dosa bagimu manikahi mereka apabila kamu bayar kan kepada merteka mahar nya dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali  (pernikahan) dengan perempuan-perempuan kaif dan hendak lah kamu minta kembali mahar yang telah kamu berikan dan (jika suami nya tetap kafir) biarkan mereka meminta kembali mahar yang telah mereka bayarkan (kepada mantan istrinya yang telah beriman). Demikian lah hukum ALLAH yang di tetap kan-NYA di antara kalian. Allah maha mengetahui, maha bijaksana. Jika ada sesuatu (pengembalian mahar) yang belum kamu selesaikan dari istri-istrimu yang lari kepada orang-orang kafir, lalu kamu dapat mengalah kan mereka maka berikanlah (dari harta rampasan) kepada orang-orang yang istrinya yang lari itu sebanyak mahar yang telah mereka berikan. Bertakwalah kamu kepada ALLAH yang kepada-NYA kamu beriman.’’ (QS.MUMTAHANAH:10-11) 

Dalam ayat ini ada kisah yang berkaitan  dengan kisah  wanita mukmin yang berhijrah ke madinah. Pada saat kejadian RASULULLAH SAW. Mengadakan perjanjian dengan orang-orang musyrik kafir Quraisy dalam perdamaian Hudaibiyah adalah jika ada orang-orang Islam yang berhijrah ke madinah maka RASULULLAH harus mengembalikan mereka ke mekah, pihak RASULULLAH maupun orang-orang Quraisy tidak menduga para wanita yang beriman akan berhijrah ke madinah oleh karena itu, ketika ummu kultsum binti uqbah bin abu mu’ith berhijrah dan sampai ke madinah, RASULULLAH melindunginya tidak beberapa lama kemudian keluarga ummu kultsum menyusul ke madinah dan meminta kepada RASULULLAH untuk mengembalikannya ke mekah RASULULLAH tidak menjawab sampai akhirnya turunlah ayat yang menerangkan bagaimana mestinya kaum muslim menyikapi.
                                                                                      Penulis merupakan Mahasiswa UINSU Medan.       
Posted by Pw PII Sumut on 08.43 in     No comments »

14 April 2021

Creative design : Ridho Syawafar dan Lyan 

Pengurus Wilayah Pelajar Islam Indonesia Sumatera Utara Periode 2019-2021 akan menyelenggarakan  kegiatan Perkampungan Kerja Pelajar (PKP) di Desa Kuta Rakyat, Kec. Namen Teran, Karo pada 26 April - 5 Mei 2021 mendatang. 

Perkampungan Kerja Pelajar disingkat PKP adalah program pengabdian sosial dan kemasyarakatan PII. 
Tujuan diselenggarakannya Perkampungan Kerja Pelajar ini adalah agar terbangun kesepahaman kader PII dalam melakukan kontribusi dan peran di Masyarakat, sinergitas gerakan dengan berbagai stake holder dalam rangka mengembangkan pelajar dan pendidikan, serta meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan dan Ukhuwah umat dalam pengembangan Masyarakat Pelajar.

Kepesertaan yang akan dilibatkan dalam kegiatan ini adalah kader PII pasca Intra, pemandu dan Mu'allim se-Sumatera Utara yang nantinya mengabdi kepada masyarakat desa setempat selama 10 hari di bulan Ramadhan 

Tim Steering Committe (SC), Leo Chandra Silalahi Ketua, Ridho Syawafar dan Melisa sebagai anggota. Sesuai fungsinya menjadi konseptor dalam kegiatan Perkampungan Kerja Pelajar kali ini mengusung tema, " Optimalisasi Peran PII sebagai Wahdatul 'ulum dalam Kemajuan Ukhuwah Umat " .

Berperan sebagai Organizing Comittee (OC) Azri Wahyuda Siregar ketua panitia, Abdullah Faqih sekretaris panitia dan Siti Rahmah sebagi endahara panitia. Panitia pelaksana bertugas mengkoordinir persiapan teknis kegiatan serta segala kebutuhannya dari awal acara hingga akhir. 

PD PII Kabupaten Karo sebagai tuan rumah PKP sekaligus Executive Committe (EC) Rana Alfia, Yuni Astika Dwi Putri dan Rini Mayangsari. Mengambil peran ranah taktis yang bergerak menyiapkan hal rinci dan memenuhi kebutuhan mendadak di daerah lokasi kegiatan. 
 
Indra Kelana Ketua Umum PW PII Sumut sebagai Penanggung jawab kegiatan Perkampungan Kerja Pelajar (PKP) 

Mengingat sudah cukup lama kegiatan PKP ini tidak diadakan. Dibutuhkan perhatian khusus dan persiapan yang matang karena hal ini menjadi tantangan sekaligus peluang untuk eksistensi PII dimasyarakat. 

PKP ini dapat menghantarkan kader PII Sumut menjadi kader militan, berjiwa sosial tinggi, dan responsif terhadap problematika Masyarakat dan pelajar. Serta menjadi wadah untuk berbagi referensi keilmuan dan pengalaman tentang realitas yang sedang dihadapi oleh masyarakat pada umumnya dan pelajar khususnya. 
Maka sangat perlu bagi kader PII ikut serta di dalamnya dengan sungguh-sungguh dan antusias. 

Dengan hadirnya Perkampungan Kerja Pelajar ini, menjadi indikasi bahwa PII masih tetap berperan membangun ummat. Dengan program yang menyentuh dan mengabdi kepada masyarakat secara nyata. 

Editor : Ikal
Posted by Pw PII Sumut on 17.05 in     No comments »

20 September 2020


Pengurus Daerah PII Kabupaten Langkat menggelar Training Terpadu pada 7-17 September 2020 di Tanjung pura, Langkat. 
Dihadiri sejumlah peserta dari delegasi daerah seperti Medan, Asahan, Labuhanbatu, dan Langkat sebagai penyelenggara. 

Koordinator Tim Instruktur Indra Kelana, membuka secara resmi kegiatan Training Terpadu Leadership Basic Training (LBT) dan Leadership Intermediate Training (LIT) pada Selasa, 8 September 2020 pada pukul 20.30 Wib.

Pembacaan tim Instruktur mengenai perkembangan dunia pendidikan dewasa ini menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Saat ini, tantangan pendidikan di Indonesia sangat kompleks diperlukan pemikiran dan tindakan yang serius. Selain dituntut untuk menjadi berkualitas dan optimal, pendidikan juga harus adaptif terhadap perkembangan zaman yang dinamis.  
 
Hal ini disebabkan bergulirnya era revolusi industri 4.0 yang menyebabkan otomatisasi di setiap bidang.  Masih dalam proses penyesuaian di era revolusi industri 4.0, dalam beberapa tahun belakangan ini muncul konsep society 5.0 yang gencar diperbincangkan diawal tahun 2020. Sebenarnya konsep society 5.0 sudah dicanangkan dalam Basic Policy On Economic And Fiscal Management And Reform tahun 2016 yang dalam hal ini merupakan bagian inti dari rencana strategis yang diadopsi Jepang. 

Society 5.0 adalah hal alami yang muncul disebabkan revolusi industri 4.0, yang telah melahirkan berbagai inovasi dalam dunia industri dan juga tatanan masyarakat global secara umum. Society 5.0 merupakan jawaban atas tantangan yang muncul akibat revolusi industri 4.0. Society 5.0 (Masyarakat 5.0) adalah masyarakat yang dapat menyelesaikan berbagai tantangan dan permasalahan sosial dengan pemanfaat berbagai inovasi yang muncul di era revolusi industri 4.0 seperti Internet of Things (Internet untuk segala sesuatu), Artificial Intelligence (Kecerdasan buatan),  Big Data (Data dalam jumlah besar), dan robot untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. 

Society 5.0 sebuah masa dimana masyarakat berpusat pada manusia sebagai penyeimbang kemajuan ekonomi dan penyelesaian masalah sosial oleh sistem yang mengintegrasikan dunia maya dengan dunia nyata atau ruang fisik, manusia sebagai pengelola teknologi informasi dan komunikasi.

Kemampuan utama yang penting untuk dimiliki di era ini adalah kemampuan memecahkan masalah kompleks, berpikir kritis, dan kreativitas. Cara berpikir yang harus dibangun adalah cara berpikir untuk beradaptasi dimasa depan yaitu analitis, kritis, dan kreatif. Cara berpikir itulah yang disebut dengan cara berpikir tingkat tinggi (HOTS : High Order Thinking Skills) dengan formula berpikir secara kompleks, berjenjang dan sistematis. 

Dalam formula cara berpikir tingkat tinggi ini harapannya peserta mampu menawarkan arah dalam menemukan solusi dari setiap problematika yang ada. Solusi yang ditawarkan juga bukanlah solusi yang telah ada sebelumnya, melainkan solusi yang sesuai konteks dari situasi yang terbarukan dengan adaptasi perkembangan zaman. 

Jumlah penduduk Indonesia selama beberapa tahun mendatang akan terus meningkat. Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2018 jumlah populasi Indonesia mencapai 265 juta jiwa. Kemudian pada tahun 2024, berpotensi meningkat hingga 282 juta dan sekitar 317 juta jiwa pada 2045.  Data BPS 2018, jumlah generasi millenial berusia 20-35 tahun mencapai 24 persen, setara dengan 63,4 juta dari 179,1 juta jiwa yang merupakan usia produktif (15-64 tahun). Tidak salah bila pemuda disebut sebagai penentu masa depan, inilah yang disebut sebagai bonus demografi. Pada 2030 – 2045, Indonesia diprediksi akan mengalami masa bonus demografi, yakni jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) lebih besar dibandingkan penduduk usia tidak produkif dibawah 15 tahun dan diatas 64 tahun. 

Menjadi tantangan bagi Indonesia dalam mempersiapkan sumber daya di era revolusi industri 4.0 saat ini, society 5.0 dan peluang bonus demografi yang akan datang. Indonesia harus benar-benar serius memikirkan dan bertindak menyiapkan segalanya dengan konsekuensi yang muncul disebabkan revolusi zaman yang terus berkembang cepat. 

PII sebagai organisasi yang berorientasi terhadap kepentingan pendidikan dan kebudayaan merasa perlu untuk mengambil peran dan menentukan langkah strategis guna mempersiapkan sumber daya insani. Leadership Training adalah upaya konkrit PII dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan memecahkan masalah, berpikir kritis, dan kreatif dengan diimbangi karakter religius. 

Allah SWT berfirman dalam Al-Quran, artinya : “ (Apakah kamu hai orang-orang musyrik yang beruntung) ataukah orang yang beribadah diwaktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah : “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran ”. (QS. Az-Zumar : 9)  

Dari uraian kerangka berpikir diatas, dengan mengharapkan ridho Allah SWT, Tim Instruktur musim ini mengangkat tema “ Penguatan Pemahaman dan Implementasi Nilai-Nilai Al-Quran menuju Agents of Change Rabbani“.   Tema ini adalah turunan dari grand design training yang telah dirancang oleh Pengurus Wilayah Pelajar Islam Indonesia (PII) Sumatera Utara. 

Editor : Ikal
Posted by Pw PII Sumut on 14.53 in     5 comments »