07 Agustus 2021

Oleh : Indra Kelana

Pendidikan dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan keterkaitannya. Kebudayaan pada prinsipnya merupakan media yang memungkinkan pendidikan dalam ruang lingkup keluarga dan masyarakat dapat berlangsung dengan baik. Dalam sebuah negara yang sedang berkembang modernisasi akan berhasil apabila pendidikan keluarga dan masyarakat menggunakan budaya masyarakatnya, terutama dalam mengembangkan modernisasi melalui simbol-simbol dan bentuk komunikasi tradisional. 

Prof. Usman Pelly, Ph.D dalam bukunya “Etnisitas Dalam Politik Multikultural” (Casa Mesra Publisher, 2015) memandang dari segi antropologi, sekolah dilihat sebagai suatu sub-kultur yang memiliki wawasan, ritme kehidupan, tata nilai dan program tersendiri untuk mentransmisikan suatu akumulasi warisan budaya yang meliputi : 
Cara berpikir (mode of thinking), Perbuatan (acting), Perasaan (feeling), Sistem simbol yang dapat membedakan dan membagi pengalaman kedalam bagian-bagian yang dapat diidentifikasi, Kebiasaan (habit), Ekspresi standart ukuran perbuatan, Hukum (termasuk adat istiadat), Politik, Agama, Kelembagaan atau institusi ekonomi (yang menekankan status tertentu), Keterampilan, teknologi dan artifacts (Connerta 1977, Herkovit 2000)

Menurut beliau, pendidikan disekolah sering dilihat secara sempit terutama oleh kebanyakan guru yang terlalu memusatkan diri pada proses belajar dikelas (class room interaction). Seakan sekolah terlepas dari konteks sosial masyarakat pendukung budaya dimana sekolah itu berada. Seyogianya seorang guru tidak hanya melihat sekolah itu sebagai tempat “transmission of knowledge and skill”, tetapi juga sebagai “transmission of way of life” dan “transmission world view”. Sebab, ketiga fungsi pendidikan itu perlu dilandasi oleh budaya keluarga anak-anak itu sendiri, agar mereka dapat tumbuh menjadi manusia yang memiliki jati diri sendiri. 

Pengalaman Tragis Masyarakat Samoa 
Kepulauan Samoa adalah daerah protektorat Amerika Serikat yang terletak dilautan pasifik. Letak geografis kepulauan ini sangat strategis, menghubungkan benua Amerika dengan Asia dan Australia, serta daerah disekitar Filipina dan Indonesia. Perang Dunia II telah membuktikan posisi strategis Kepulauan Samoa sebagai jembatan Jenderal Mac Arthur, Panglima Tentara Sekutu di Pasifik masa itu, mengalahkan kembali Jepang dan memenangkan Perang Dunia ke II. 

Pemerintah Amerika Serikat berkeinginan agar rakyat Samoa menjadi bagian integral dari rakyat Amerika. Karena itulah pemerintah Amerika Serikat membangun pilot proyek pendidikan modern metode jarak jauh dengan menggunakan media TV untuk anak-anak di Kepulauan Samoa. Sedangkan kurikulum dan perencanaan pendidikan lainnya disiapkan dalam sebuah paket. Paket demi paket ditayangkan melalui TV dari San Francisco, kesekolah-sekolah yang dibangun dikepulauan itu, dimana murid-murid pribumi Samoa mengikuti pelajaran dengan bantuan beberapa orang instruktur yang sudah dididik menjadi fasilitator dari Amerika. Pendidikan jarak jauh melalui TV ini disebut “Teaching Box” . 

Setelah proyek pendidikan ini berjalan satu dekade (sepuluh tahun), diluar dugaan pemerintah Amerika Serikat, ternyata telah memberikan dampak tragis kepada masyarakat Samoa. Dari satu sisi pendidikan jarak jauh ini, telah menghasilkan generasi muda yang berpendidikan modern dalam pengertian formal telah sampai pada  jenjang SMP. Namun dalam sisi lain, generasi muda ini tidak merasa bahagia dalam menjalani kehidupan ditengah masyarakat Samoa. Mereka merasa terasing dari budaya masyarakatnya sendiri, dampak dari perasaan terelienasi itu mereka tidak betah hidup bersama dengan masyarakat (keluarga) yang telah melahirkannya. 

Beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh UNESCO (Badan Pendidikan di PBB), memperlihatkan bahwa sebahagian besar dari lulusan pendidikan modern itu terpaksa meninggalkan kepulauan Samoa, pergi keberbagai tempat didaratan Amerika. Sebahagian yang lainnya bertahan untuk menetap di Samoa, diberitakan banyak yang mengalami gangguan mental. Pada umumnya mereka memiliki kecenderungan untuk mengasingkan diri dari masyarakat tradisional Samoa. 
 
Kondisi Samoa yang tragis ini, pada dasarnya tidak disebabkan karena faktor-faktor teknis edukatif, seperti penggunaan TV , kurikulum yang terkonsentrasi atau kehadiran guru jarak jauh, sehingga umpan balik terhadap performansi murid-murid hanya ditangani oleh para instruktur saja. Akan tetapi, karena isi dan suasana pendidikan yang didasain kedalam kurikulum tersebut tidak berakar dari budaya masyarakat Samoa, melainkan dari budaya modern masyarakat Amerika Serikat, yang masih asing bagi masyarakat Samoa. Anak-anak dalam selama sepuluh tahun itu secara sistematis telah tercerabut dari akar budayanya sendiri, sehingga dia dibesarkan oleh pendidikan asing dan menjadi seseorang yang asing dengan masyarakatnya sendiri, dia tumbuh tanpa budayanya. 
 
Pendidikan Indonesia Saat Ini 
Selama masa pandemi covid-19 hampir 3 bulan pendidikan berjalan menggunakan metode pembelajaran jarak jauh. Setelah melihat pelaksanaan pembelajaran jarak jauh selama pademi covid-19 dan diberlakukan kebijakan new normal, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengatakan, metode  pembelajaran jarak jauh (PJJ) nantinya bisa diterapkan secara permanen. Menurut analisis Kemendikbud, pemanfaatan teknologi dalam kegiatan belajar-mengajar akan menjadi hal yang mendasar. 
Dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR, pada kamis 2 Juli 2020. Nadiem mengatakan, “Pembelajaran jarak jauh ini akan menjadi permanen. Bukan pembelajaran jarak jauh pure saja, tapi hybrid model. Adaptasi teknologi itu pasti tidak akan kembali lagi”. 

Kemendikbud berpikir bahwa saat ini adalah kesempatan melakukan berbagai macam efisiensi dan teknologi dengan software aplikasi dan memberikan kesempatan bagi guru-guru, kepala sekolah dan murid-murid untuk melakukan berbagai macam hybrid model atau school learning management system yang berpotensi sangat besar.    
Sebenarnya dalam hal ini, boleh saja Kemendikbud mencoba melakukan inovasi sebagai bentuk respon dan adaptasi proses modernisasi di era ini. Namun, perlu adanya evaluasi secara berkala dari sistem yang telah berjalan dan penyesuaian antara sistem pendidikan dengan budaya nasional. Oleh  karena itu, seyogianya Kemendikbud juga harus melakukan penelitian secara universal dan sistematis terkait kesiapan masyarakat Indonesia dalam menerapkan sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) permanen tersebut. 

Indonesia dapat  belajar dari pengalaman tragis masyarakat Kepulauan Samoa. Dapat dilihat betapa hubungan antara pendidikan dan kebudayaan sering terjebak dalam situasi yang dilematis. Disatu pihak ada keinginan untuk tetap mempertahankan tradisi dan budaya asli yang telah menjadi nilai dasar yang mengakar dalam tujuan dan pedoman kehidupan masyarakat, sedangkan dipihak lain ada upaya untuk melakukan perubahan dari luar yang dipengaruhi oleh faktor politis dan budaya asing yang dibawa kedalam institusi pendidikan sehingga berpotensi merombak budaya lokal. 

Hakekatnya pendidikan merupakan sarana budaya dalam pembentukan manusia ideal menurut pandangan masyarakat yang membangun institusi pendidikan itu. Sebab itulah, pendidikan harus berakar dan berorientasi kepada budaya masyarakat yang bersangkutan, apabila mereka tidak ingin kehilangan generasi mudanya. Dipihak lain, lembaga pendidikan dapat berfungsi sebagai “agent of change”  (lembaga perubahan) budaya, cara berpikir, karaker, perilaku dan pandangan dunia generasi muda. Sebaliknya, pendidikan yang tidak berakar dan berorientasi pada kebudayaan nasional akan menghasilkan manusia yang “root less”  tercabut dari akar budaya masyarakat dan bangsanya.  

Pendidikan modern yang terkesan dipaksakan oleh Amerika Serikat kepada anak-anak Samoa yang tidak berakar dari budaya masyarakatnya, telah menjadikan generasi muda Samoa mengalami goncangan budaya (cultural sock), karena sama sekali tidak terjadi kesinambungan antara kehidupan keluarganya dengan disekolah. Setelah menyelesaikan pendidikan dan terjun kedalam masyarakatnya, mereka merasa menjadi orang asing dalam masyakatnya sendiri. Dampak traumatik seperti inilah yang sangat mengkhawatirkan apabila pendidikan pada anak tidak dilandasi oleh budaya nasional dan budaya religiusnya sendiri. 

Memang hampir diseluruh dunia tanpa terkecuali Indonesia, mengadopsi model pendidikan dari Barat. Meskipun sebagian metodologi dan program yang dikembangkan dapat dicontoh dan diterapkan. Namun landasan filosofis, isi, esensi dan suasana pendidikan itu sendiri haruslah diciptakan agar sesuai dengan tujuan dan cita-cita masyarakatnya sendiri. 

Wassalam.
______________
Penulis adalah Mahasiswa UINSU Medan dan Ketua Umum PW PII Sumut Periode 2019-2021

Editor : Ikal 
Posted by Pw PII Sumut on 17.37 in     No comments »

0 komentar :