26 Desember 2019


Oleh : Anisa Ningrum (Kabid. PPO PD PII Kota Medan)

Sejarah revolusi industri dimulai dari industri 1.0, 2.0, 3.0, hingga industri 4.0. Fase industri merupakan real change dari perubahan yang ada. Industri 1.0 ditandai dengan mekanisasi produksi untuk menunjang efektifitas dan efisiensi aktivitas manusia, industri 2.0 dicirikan oleh produksi massal dan standarisasi mutu, industri 3.0 ditandai dengan penyesuaian massal dan fleksibilitas manufaktur berbasis otomasi dan robot. Industri 4.0 selanjutnya hadir menggantikan industri 3.0 yang ditandai dengan cyber fisik dan kolaborasi manufaktur (Hermann et al, 2015; Irianto, 2017). Istilah industri 4.0 berasal dari sebuah proyek yang diprakarsai oleh pemerintah Jerman untuk mempromosikan komputerisasi manufaktur. 

Industri 4.0 ditandai dengan peningkatan digitalisasi manufaktur yang didorong oleh empat faktor: 1) peningkatan volume data, kekuatan komputasi, dan konektivitas; 2) munculnya analisis, kemampuan, dan kecerdasan bisnis; 3) terjadinya bentuk interaksi baru antara manusia dengan mesin; dan 4) perbaikan  instruksi transfer digital ke dunia fisik, seperti robotika dan 3D printing. prinsip dasar industri 4.0 adalah  penggabungan mesin, alur kerja, dan sistem, dengan menerapkan jaringan cerdas di sepanjang rantai dan  proses  produksi untuk mengendalikan satu sama lain secara mandiri. Industri 4.0 merupakan industri yang menggabungkan teknologi otomatisasi dengan  teknologi cyber .teknologi cyber merupakan tren otomatisasi dan pertukaran data dalam teknologi manufaktur, internet untuk segala atau Internet of Things (IoT), sistem siber-fisik berkomunikasi dan bekerja sama dengan satu sama lain dan manusia secara bersamaan. Lewat komputasi awan (cloud computing), internal dan lintas organisasi disediakan dan dimanfaatkan oleh berbagai pihak di dalam rantai nilai. 
Perusahaan digital dapat berkomunikasi, menganalisis, dan menggunakan data untuk mendorong tindakan cerdas di dunia fisik. Singkatnya, revolusi ini menanamkan teknologi yang cerdas dan terhubung tidak hanya di dalam perusahaan, tetapi juga kehidupan sehari-hari kita. 
Revolusi Industri 4.0 adalah revolusi berbasis Cyber Physical System yang secara garis besar merupakan gabungan tiga domain yaitu digital, fisik, dan biologi. Ditandai dengan munculnya fungsi-fungsi kecerdasan buatan (artificial intelligence), 
Era revolusi industri 4.0 mengubah konsep pekerjaan, struktur pekerjaan, dan kompetensi yang dibutuhkan dunia pekerjaan. Sebuah survei perusahaan perekrutan internasional, Robert Walters, bertajuk Salary Survey 2018 menyebutkan, fokus pada transformasi bisnis ke platform digital telah memicu permintaan profesional sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kompetensi yang jauh berbeda dari sebelumnya.

Era revolusi industri 4.0 juga mengubah cara pandang tentang pendidikan. Perubahan yang dilakukan tidak hanya sekadar cara mengajar, tetapi jauh yang lebih esensial, yakni perubahan cara pandang terhadap konsep pendidikan itu sendiri.
Pendidikan setidaknya harus mampu menyiapkan anak didiknya menghadapi tiga hal: a) menyiapkan anak untuk bisa bekerja yang pekerjaannya saat ini belum ada; b) menyiapkan anak untuk bisa menyelesaikan masalah yang masalahnya saat ini belum muncul, dan c) menyiapkan anak untuk bisa menggunakan teknologi yang sekarang teknologinya belum ditemukan 
Berikut ini empat tahap evolusi industri dari awal hingga saat ini:
Akhir abad ke-18
Revolusi industri yang pertama terjadi pada akhir abad ke-18. Ditandai dengan ditemukannya alat tenun mekanis pertama pada 1784. Saat itu, industri diperkenalkan dengan fasilitas produksi mekanis menggunakan tenaga air dan uap. Peralatan kerja yang awalnya bergantung pada tenaga manusia dan hewan akhirnya digantikan dengan mesin tersebut. Banyak orang menganggur tapi produksi diyakini berlipat ganda.

Awal abad ke-20
Revolusi industri 2.0 terjadi di awal abad ke-20. Kala itu ada pengenalan produksi massal berdasarkan pembagian kerja. Lini produksi pertama melibatkan rumah potong hewan di Cincinnati, Amerika Serikat, pada 1870.
Awal 1970
Pada awal tahun 1970 ditengarai sebagai perdana kemunculan revolusi industri 3.0. Dimulai dengan penggunaan elektronik dan teknologi informasi guna otomatisasi produksi. Debut revolusi industri generasi ketiga ditandai dengan kemunculan pengontrol logika terprogram pertama (PLC), yakni modem 084-969. Sistem otomatisasi berbasis komputer ini membuat mesin industri tidak lagi dikendalikan manusia. Dampaknya memang biaya produksi menjadi lebih murah..

Awal 2018
Saat ini memasuki tahun 2018 merupakan zaman revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan sistem cyber-physical. Dunia industri mulai menyentuh dunia virtual, berbentuk konektivitas manusia, mesin dan data, semua sudah ada di mana-mana. Istilah ini dikenal dengan nama internet of things (IoT).
 industri 4.0 digunakan pada tiga faktor yang saling terkait yaitu; 1) digitalisasi dan interaksi ekonomi dengan teknik sederhana menuju jaringan ekonomi dengan teknik kompleks; 2) digitalisasi produk dan layanan; dan 3) model pasar baru. 

Dampak Revolusi Industri 4.0 terhadap Pendidikan di Indonesia
DEWASA ini, informasi dan teknologi memengaruhi aktivitas sekolah dengan sangat masif. Informasi dan pengetahuan baru menyebar dengan mudah dan aksesibel bagi siapa saja yang membutuhkannya. Pendidikan mengalami disrupsi yang sangat hebat sekali. Peran guru yang selama ini sebagai satu-satunya penyedia ilmu pengetahuan sedikit banyak bergeser menjauh darinya. Di masa mendatang, peran dan kehadiran guru di ruang kelas akan semakin menantang dan membutuhkan kreativitas yang sangat tinggi. Adapun penjelasan mengenai framework pembelajaran abad ke-21 menurut (BSNP:2010) adalah sebagai berikut: (a) Kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah (Critical-Thinking and Problem-Solving Skills), mampu berfikir secara kritis, lateral, dan sistemik, terutama dalam konteks pemecahan masalah; (b) Kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama (Communication and Collaboration Skills), mampu berkomunikasi dan berkolaborasi secara efektif dengan berbagai pihak; (c) Kemampuan mencipta dan membaharui (Creativity and Innovation Skills), mampu mengembangkan kreativitas yang dimilikinya untuk menghasilkan berbagai terobosan yang inovatif; (d) Literasi teknologi informasi dan komunikasi (Information and Communications Technology Literacy), mampu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan kinerja dan aktivitas sehari-hari; (e) Kemampuan belajar kontekstual (Contextual Learning Skills)mampu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan kinerja dan aktivitas sehari-hari, Kemampuan belajar kontekstual (Contextual Learning Skills) , mampu menjalani aktivitas pembelajaran mandiri yang kontekstual sebagai bagian dari pengembangan pribadi, dan Kemampuan informasi dan literasi media, mampu memahami dan menggunakan berbagai media komunikasi untuk menyampaikan beragam gagasan dan melaksanakan aktivitas kolaborasi serta interaksi dengan beragam pihak.

Simpulan

Peran guru profesional dalam pembelajaran sangat penting sebagai kunci keberhasilan belajar peserta didik dan mengahasilkan lulusan yang berkualitas. Guru profesional adalah guru yang kompeten dalam membangun dan mengembangkan proses pembelajaran yang baik dan efektif sehingga dapat menghasilkan peserta didik yang pintar dan pendidikan yang berkualitas. Hal tersebut menjadikan kualitas pembelajaran sebagai komponen yang menjadi fokus perhatian pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam meningkatkan mutu pendidikan terutama menyangkut kualitas lulusan peserta didik. 

Pengembangan pembelajaran berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi atau Higher Order Thinking Skill (HOTS) dikembangkan sebagai upaya peningkatan kualitas pembelajaran dan meningkatkan kualitas lulusan dan mengembangkan Penguatan Pendidikan Karakter dan pembelajaran berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi atau Higher Order Thinking Skill (HOTS) dalam menghadapi era revolusi industry 4.0 (abad 21).

Peningkatan kualitas peserta didik salah satunya dilakukan oleh guru yang berfokus pada peningkatan kualitas pembelajaran di kelas dengan berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi. Desain peningkatan kualitas pembelajaran ini merupakan upaya peningkatan kulaitas peserta didik yang pada akhirnya meningkatkan kualitas Pendidikan di Indonesia. Sejalan dengan hal tersebut, maka diperlukan sebuah buku pegangan guru yang memberikan keterampilan mengembangkan pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi. Tujuannya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas lulusan peserta didik. 
Memecahkan suatu masalah merupakan aktivitas dasar kehidupan manusia, karena melibatkan proses berpikir agar dapat memecahkan berbagai masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut menegaskan bahwa berpikir kritis bukan hanya sebatas teori, namun sudah menjadi kebutuhan hidup. 

Oleh karena itu pendidikan memiliki peran penting dalam mempersiapkan peserta didik agar mampu berpikir kritis dalam menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini dukungan dari berbagai pihak terkait sangatlah diperlukan agar mampu mempersiapkan generasi penerus bangsa yang mampu berpikir kritis dan kreatif dalam menghadapi tantangan era global (era revolusi industry 4.0).
 
Editor : Ikal 
Posted by Pw PII Sumut on 17.47 in     No comments »

0 komentar :