16 Juli 2009

Redaksi Esensi

Kekuasaan (power) itu pada intinya adalah pengaruh. Yakni proses mempengaruhi pihak lain agar sesuai dengan tujuan dari si pelaku (actor). Bila perlu upaya mempengaruhi itu dilakukan dengan paksaan, selain dengan usaha-usaha persuasive. Semakin kuat posisi seseorang dalam struktur kekuasaan, lebih-lebih kekuasaan formal dalam strkutur kenegaraan,maka kian kuatlah pengaruh itu untuk dimainkan sehingga setiap pihak akan berada dalam dominasi kekuasaannya.

Dalam kehidupan poltik kenegaraan, kekuasaan seseorang atau mereka yang berkuasa, menyebar bukan sekadar melalui alat-alat politik termasuk di dalamnya birokrasi. Lebih jauh lagi kekuasaan itu menyebar dan diaktualisasikan melalui bahasa. Bahasa yang dipakai seringkali mencerminkan bangunan dan proses kekuasaan yang dominant. Sepert kata Habermas-tokoh teori kritik dan postmodernisme- bahwa bahasa adalah kepentingan. Kepentingan dari siapa yang memakainya. Dan mereka yang memiliki kekuasaan juga menguasai bahasa, yakni bahasa yang membawa kepentingan kekuasaannya.

Anda dapat mengatakan mundur dari kekuasaan politik dan kemudian meralatnya secara halus ataupun terang-terangan tanpa merasa perlu menggugat soal kejujuran, hanya karena memiliki kekuasaan. Anda juga dapat mengatakan pernyataan-pernyataan politik yang penuh parody atau pertentangan isi, hanya karena memiliki kekuasaan. Anda dapat mempermainkan seribu satu kosakata politik karena demikian kuat kekuasaan yang dimiliki. Bahasa dapat menjadi permainan kekuasaan yang efektif.

Melalui bahasa, kekuasaan dapat semakin akumulasi atau semakin berpengaruh segala arah. Anda dapat mengatakan kata-kata mundur untuk sebuah tujuan yang sesungguhnya maju terus, atau sebaliknya. Anda dapat mengatakan X untuk maksud yang sesungguhnya Z. Pelaku dapat diubah menjadi objek dan objek diubah menjadi subjek. Sesuatu yang secara subtansi inkonstitusional dapat berubah menjadi konstitusional dan begitu pula sebaliknya. Semua itu dapat terjadi karena kekuasaan, kekuasaan yang menemukan saluran melalui bahasa.

Kekuasaan dan politik juga seringkali bermain dengan dalam tataran klaim atau pengakuan. Atas nama pembangunan, atas nama umat Islam, atas nama konstitusi, atas nama bangsa, atas nama Negara, dan sebangsanya. Klaim-klaim atas nama muncul hanya melalui bahasa, yakni bahasa yang membawa muatan kepentingan kekuasaan. Melalui bahasa suatu kekuasaan dapat menciptakan citra pihak-pihak lain sebagai subversi, inkonstitusional dan sebagainya, yang menggambarkan perlawanan terhadap bangsa dan Negara. Pada saat yang sama, bahasa juga dapat memeberikan citra serba mulia dan positif bagi yang memegang kekuasaan.

Maka berhati-hatilah dengan bahasa. Bahwa bahasa bukan sekedar tata bahasa sebagaimana diajarkan di sekolah sejak SD sampai Perguruan Tinggi. Bahasa juga seringkali membawa muatan kepentingan yang memakainya. Bahasa adalah juga kekuasaan. Permainan kekuasaan dapat diwujudkan melalui permainan bahasa. Dan itulah bahasa kekuasaan.

Posted by Pw PII Sumut on 20.30 in     No comments »

0 komentar :