“Wahai orang-orang yang beriman! Jika
seseorang fasik datang kepadamu membawa sesuatu berita, maka
bertabayyun lah (konfirmasi), agar kamu tidak menimpakan musibah kepada
suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal
atas perbuatan itu...” (Al-Hujurat: 6)
Menurut Ibnu Katsir, ayat diatas termasuk ayat yang agung karena
mengandung sebuah pelajaran yang penting agar kita tidak mudah
terpancing dan mudah menerima begitu saja berita yang tidak jelas
sumbernya. Atau berita yang jelas sumbernya tetapi sumber itu dikenal
sebagai media penyebar berita palsu, isu murahan, dan berita yang
menebar fitnah.
Dalam kehidupan bersosial, komunikasi merupakan hal yang terpenting.
Komunikasi merupakan cara untuk mengungkapkan maksud kepada lawan bicara
kita. Dan tentunya, untuk meraih hubungan yang baik dengan orang lain,
maka komunikasi yang dibangun haruslah sebaik mungkin. Karena, bila
komunikasi tak tersampaikan dengan baik, maka akan terjadi salah
pengertian. Dan biasanya konflik horizontal diantara masyarakat berawal
dari salah pengertian.
Dalam sebuah hadits diceritakan bahwa Rasulullah SAW mengutus
Al-Walid bin ‘Uqbah, salah seorang sahabat dari Bani Umar bin Umayyah,
dan salah seorang dari bani Abi Mu’ith untuk mengambil zakat kepada Bani
Al-Mushtalaq. Ketika kabar ini sampai ke telinga Bani Mushthalaq,
mereka sangat gembira. Kemudian mereka keluar kota untuk menemui utusan
Rasulullah SAW. Ketika Al-Walid mendengar bahwa mereka keluar kota untuk
menemuinya, dia kembali ke Rasulullah Saw (dalam riwayat lain, setan
berbisik bahwa mereka ingin mengadakan peperangan). Kemudian dia
berkata: Wahai Rasululah Saw. Sesungguhnya Bani Al-Mushthalaq enggan
berzakat. Maka Rasulullah SAW amat marah.
Tatkala beliau hendak memutuskan untuk menyerang mereka, datang
kepadanya utusan Bani Al-Mushthalaq. Kemudian mereka berkata, “Wahai
Rasulullah Saw. sesungguhnya kami telah tahu bahwa utusanmu telah
kembali setelah menempuh setengah perjalan. Kami takut seandainya yang
menyebabkan kepulangannya adalah perintah darimu karena kemarahan kepada
kami. Sesungguhnya kami berlindung kepada Allah dari murka-Nya dan
murka Rasulullah Saw.” Kemudian Allah menurunkan ayat mengenai hal ini
(HR. Abu Kuraib dari Ja’far bin Aun dari Musa bin Ubaidah dari Tsabit
Maula Ummu Salamah dari Ummu Salamah. Lih. tafsir QS. Al-Hujurat: 6
dalam kitab Tafsir At-Tabari).
Cerita diatas mengandung banyak pelajaran yang bisa diambil. Kita pun
bisa mengetahui betapa berbahayanya penghasut, berita bohong, serta
pentingnya ber-tabayun (konfirmasi) dalam kehidupan sehari-hari. Masalah
yang berkaitan dengan sosial-politik dan ekonomi sering kali terjadi
karena salah komunikasi dan penghasut dengan berita bohong (fasiqun bi
naba’). Dalam dinamika sejarah, konflik yang terjadi diantara kaum
muslimin dikarenakan dua hal itu. Perang saudara sesama muslim yang
terjadi seteleh kepemimpinan Nabi SAW, pun sebagian terjadi karena
berita bohong.
Dari kisah ini, kita bisa mengetahui pula bahwasanya Pemimpin
seharusnya bertabayun dengan segala hal. Karena bila pemimpin ber
‘telinga tipis’, maka akan mudah terhasut dengan berita bohong. Akan
sangat berbahaya bila pemimpin menjadi mudah terhasut. Karena prinsip
kepemimpinan salah satunya adalah memiliki keputusan yang bijaksana.
Oleh karena itu sudah seharusnya dalam kehidupan berorganisasi, prinsip
tabayun menjadi pilar dalam menangani berbagai permasalahan. Agar
komunikasi antara anggota organisasi berjalan dengan baik.
Bertabayun Dengan Baik
Segala sesuatu itu tergantung niatnya, begitu sabda Rasulullah SAW.
Dalam segala tindakan sudah seharusnya memiliki niat yang murni dan
bersih. Bila amalan dilaksanakan tanpa niat, maka amalan tersebut akan
menjadi sia-sia. Begitu pula sebaliknya, niat tanpa amalan pun akan
menjadi sia-sia. Maka harus ada keselarasan dalam bertindak antara niat
dan amalan. Bila niat dan amalan baik, maka tindakan itu pun menjadi
baik.
Begitu pula dalam ber-tabayun. Niat dan tindakan harus diselaraskan
agar tercapai tujuan tabayun yang utama yaitu “tidak menimpakan musibah
kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu
menyesal atas perbuatan itu.”
Metode ber-tabayun pun harus diperhatikan. Dalam bertabayun yang
ditekankan pada penyampaian. Karena menjaga silaturahmi tetap baik
adalah yang utama. Oleh karena itu, dalam bertabayun, agar menggunakan
kata-kata yang baik agar tujuan ber-tabayun tercapai. “Serulah mereka ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasehat yang baik...”
(al-Nahl: 125). Walaupun sebenarnya tabayun mempunyai tujuan untuk
menjaga silaturahmi tetap baik, namun bila metode bertabayun tidak
menggunakan cara-cara yang baik maka tabayun akan merusak hubungan
silaturahim. Dan tabayun yang seperti ini bukanlah tujuan yang dimaksud
dalam Islam.
Bertabayun Namun tetap Ber-husnudzon
Disamping itu, dalam membina hubungan baik antar anggota masyarakat,
Islam memerintahkan umatnya untuk selalu ber-husnudzân. Husnudzan atau
positive thinking akan menjadi support system terbentuknya struktur
masyarakat madani yang berkemajuan. Energi positif dari sikap positif
ini akan mengalir di setiap jiwa anggota masyarakat sehingga akan
meminimalisir konflik yang tidak diperlukan. Ketiadaan konflik inilah
agaknya yang akan memotivator produktivitas masyarakat. Karena tenaga
tidak lagi terkuras untuk hal-hal yang tidak berguna melainkan dapat
fokus pada apa yang dibutuhkan. Maka, kaitannya yaitu, tabayun
seharusnya senantiasa di imbangi dengan berprasangka positif.
Wallahu a'lam bishowaf
*Dari berbagai sumber
0 komentar :
Posting Komentar