28 Januari 2012

“Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang fasik datang kepadamu membawa sesuatu berita, maka bertabayyun lah (konfirmasi), agar kamu tidak menimpakan musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan itu...” (Al-Hujurat: 6)

Menurut Ibnu Katsir, ayat diatas termasuk ayat yang agung karena mengandung sebuah pelajaran yang penting agar kita tidak mudah terpancing dan mudah menerima begitu saja berita yang tidak jelas sumbernya. Atau berita yang jelas sumbernya tetapi sumber itu dikenal sebagai media penyebar berita palsu, isu murahan, dan berita yang menebar fitnah.

Dalam kehidupan bersosial, komunikasi merupakan hal yang terpenting. Komunikasi merupakan cara untuk mengungkapkan maksud kepada lawan bicara kita. Dan tentunya, untuk meraih hubungan yang baik dengan orang lain, maka komunikasi yang dibangun haruslah sebaik mungkin. Karena, bila komunikasi tak tersampaikan dengan baik, maka akan terjadi salah pengertian. Dan biasanya konflik horizontal diantara masyarakat berawal dari salah pengertian.


Dalam sebuah hadits diceritakan bahwa Rasulullah SAW mengutus Al-Walid bin ‘Uqbah, salah seorang sahabat dari Bani Umar bin Umayyah, dan salah seorang dari bani Abi Mu’ith untuk mengambil zakat kepada Bani Al-Mushtalaq. Ketika kabar ini sampai ke telinga Bani Mushthalaq, mereka sangat gembira. Kemudian mereka keluar kota untuk menemui utusan Rasulullah SAW. Ketika Al-Walid mendengar bahwa mereka keluar kota untuk menemuinya, dia kembali ke Rasulullah Saw (dalam riwayat lain, setan berbisik bahwa mereka ingin mengadakan peperangan). Kemudian dia berkata: Wahai Rasululah Saw. Sesungguhnya Bani Al-Mushthalaq enggan berzakat. Maka Rasulullah SAW amat marah.

Tatkala beliau hendak memutuskan untuk menyerang mereka, datang kepadanya utusan Bani Al-Mushthalaq. Kemudian mereka berkata, “Wahai Rasulullah Saw. sesungguhnya kami telah tahu bahwa utusanmu telah kembali setelah menempuh setengah perjalan. Kami takut seandainya yang menyebabkan kepulangannya adalah perintah darimu karena kemarahan kepada kami. Sesungguhnya kami berlindung kepada Allah dari murka-Nya dan murka Rasulullah Saw.” Kemudian Allah menurunkan ayat mengenai hal ini (HR. Abu Kuraib dari Ja’far bin Aun dari Musa bin Ubaidah dari Tsabit Maula Ummu Salamah dari Ummu Salamah. Lih. tafsir QS. Al-Hujurat: 6 dalam kitab Tafsir At-Tabari).

Cerita diatas mengandung banyak pelajaran yang bisa diambil. Kita pun bisa mengetahui betapa berbahayanya penghasut, berita bohong, serta pentingnya ber-tabayun (konfirmasi) dalam kehidupan sehari-hari. Masalah yang berkaitan dengan sosial-politik dan ekonomi sering kali terjadi karena salah komunikasi dan penghasut dengan berita bohong (fasiqun bi naba’). Dalam dinamika sejarah, konflik yang terjadi diantara kaum muslimin dikarenakan dua hal itu. Perang saudara sesama muslim yang terjadi seteleh kepemimpinan Nabi SAW, pun sebagian terjadi karena berita bohong.

Dari kisah ini, kita bisa mengetahui pula bahwasanya Pemimpin seharusnya bertabayun dengan segala hal. Karena bila pemimpin ber ‘telinga tipis’, maka akan mudah terhasut dengan berita bohong. Akan sangat berbahaya bila pemimpin menjadi mudah terhasut. Karena prinsip kepemimpinan salah satunya adalah memiliki keputusan yang bijaksana. Oleh karena itu sudah seharusnya dalam kehidupan berorganisasi, prinsip tabayun menjadi pilar dalam menangani berbagai permasalahan. Agar komunikasi antara anggota organisasi berjalan dengan baik.

Bertabayun Dengan Baik

Segala sesuatu itu tergantung niatnya, begitu sabda Rasulullah SAW. Dalam segala tindakan sudah seharusnya memiliki niat yang murni dan bersih. Bila amalan dilaksanakan tanpa niat, maka amalan tersebut akan menjadi sia-sia. Begitu pula sebaliknya, niat tanpa amalan pun akan menjadi sia-sia. Maka harus ada keselarasan dalam bertindak antara niat dan amalan. Bila niat dan amalan baik, maka tindakan itu pun menjadi baik.

Begitu pula dalam ber-tabayun. Niat dan tindakan harus diselaraskan agar tercapai tujuan tabayun yang utama yaitu “tidak menimpakan musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan itu.”

Metode ber-tabayun pun harus diperhatikan. Dalam bertabayun yang ditekankan pada penyampaian. Karena menjaga silaturahmi tetap baik adalah yang utama. Oleh karena itu, dalam bertabayun, agar menggunakan kata-kata yang baik agar tujuan ber-tabayun tercapai. “Serulah mereka ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasehat yang baik...” (al-Nahl: 125). Walaupun sebenarnya tabayun mempunyai tujuan untuk menjaga silaturahmi tetap baik, namun bila metode bertabayun tidak menggunakan cara-cara yang baik maka tabayun akan merusak hubungan silaturahim. Dan tabayun yang seperti ini bukanlah tujuan yang dimaksud dalam Islam.

Bertabayun Namun tetap Ber-husnudzon

Disamping itu, dalam membina hubungan baik antar anggota masyarakat, Islam memerintahkan umatnya untuk selalu ber-husnudzân. Husnudzan atau positive thinking akan menjadi support system terbentuknya struktur masyarakat madani yang berkemajuan. Energi positif dari sikap positif ini akan mengalir di setiap jiwa anggota masyarakat sehingga akan meminimalisir konflik yang tidak diperlukan. Ketiadaan konflik inilah agaknya yang akan memotivator produktivitas masyarakat. Karena tenaga tidak lagi terkuras untuk hal-hal yang tidak berguna melainkan dapat fokus pada apa yang dibutuhkan. Maka, kaitannya yaitu, tabayun seharusnya senantiasa di imbangi dengan berprasangka positif.

Wallahu a'lam bishowaf

*Dari berbagai sumber
Posted by Pw PII Sumut on 05.23 in ,     No comments »

0 komentar :