16 Juli 2009

Redaksi Esensi

Dalam batas tertentu hidup manusia hasur mencontoh laba-laba. Dalam batas yang lain jangan seperti hewan berumah “benang” ini. Dalam kreatifitas, produktifitas dan kemandirian, manusia memang harus sudi mengaca, belajar kepada laba-laba. Misalnya dalam waktu singkat ia dapat membangun rumahnya : sebuah jaringan “benang” yang sangat artistik dan diproduksi dari air liurnya sendiri, tanpa bantuan makhluk lain. Kelebihan laba-laba seperti ini memang bagus untuk dihayati dan diteladani, terutama bagi mereka yang kreatif, produktif dan tidak ingin seperti benalu.

Tapi laba-laba sangatlah individualistic. Ia tak pernah bertegur sapa dan berbagi rasa dengan tetangga. Ia juga sangat pemalas : seharian hanya terdiam, menempel pada jaringnya. Ia baru bergerak sekira ada makhluk kecil yang terjerat jaringnya dan tak berdaya (lalu ia mangsa). Tentu ini contoh buruk bagi manusia.

Lebih dari itu laba-laba adalah makhluk yang menaruh kepercayaan terlalu besar terhadap “kekuatan” yang dimiliki, misalnya terhadap kemampuannya membangun rumahnya tadi. Bodohnya laba-laba tak pernah menyadari bahwa hal ini akan justru menjadi boomerang yang mengancam eksistensi dirinya. Meminjam kata-kata dari Al-Qur’an, rumah laba-laba disebut-sebut sebagai awhana al-buyut, alias selemah-lemah rumah. Bila angina dating, benang-benang rumah si laba-laba satu persatu mempreteli, putus, dan menjerat si empunya sendiri. Kalau sudah begini, laba-labanya sama sekali tak berkutik dalam jeratan atau bebatan “benang-benang” karyanya sendiri. Maka perlahan-lahan nyawanya meregang lalu mati.

Anehnya, tidak sedikit manusia yang berlagak bak laba-laba : bukan dalam hal kreatifitas, produktifitas dan kemandiriannya, melainkan dalam hal kebodohannya itu. Mitos Franskeinstein adalah contohnya. Dalam khasanah intelektual Barat sangat dikenal mitos ini. Siapa dia Franskeinstein? Dia dikenal sebagai ilmuan. Obsesinya adalah menciptakan makhluk serba bisa. Kekuatan ilmu yang dimilikinya membawanya mewujudkan obsesinya ini. Sebuah makhluk pintar bahkan super dapat ia ciptakan. Tapi ironi pun terjadi, suatu ketika makhluk itu justru berbalik menyerang penciptanya, Franskeinstein dan membunuhnya.

Mitos laba-laba ataupun mitos Franskeinstein tidaklah buruk menjadi bahan pertimbangan. Soalnya kedua mitos ini bisa hidup dan berkembang kapan dan dimanaun, pada diri siapapun. Sejak dahulu manusia hidup dengan kreatifitas yang tak pernah henti, bahkan berkembang dan berkembang. Manusia menciptakan sistem, tapi banyak sistem yang malah membunuh, atau menciptakan dehumanisasi. Manusia menciptakan birokrasi tapi tidak sedikit birokrasi yang merampas kemerdekaan atau mengantar manusia menjadi tuhan-tuhan kecil. Manusia menciptakan system berekonomi dan berpolitik, tapi hidup menjadi penuh nestapa dan sangsai. Manusia menciptakan modernisasi menimbulkan iron cage (sangkar besi).

Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui. (QS. Al-Ankabut : 41)

Jadi, belajarlah hidup zuhud. Salah satu ta’rif zuhud adalah tidak meyakini apa yang dihasilkan oleh dan apa yang berada di tangan manusia kepastian melebihi kepastian Allah. Wallahu A’lam.

Posted by Pw PII Sumut on 20.35 in     1 comment »

1 komentar :

mtfzie mengatakan...

afwan ziddan y sebelumnya
ana g begitu setuju dengan judul yang disuguhkan
disana kita diminta untuk berkaca dgn laba2
tapi ironisnya
contentnya lebih banyak menceritakan kelemahan ataupun sisi negatif dari laba2
jadi menurut ana
content kurang mendukung title
sedangkan selayaknya content sebagai supporting title
memang saya bukanlah seorang penulis
tapi ana bukanlah seorang penulis
tapi anak mencoba untuk membangkitkan pemahaman penulis saja.
afwan ziddan yachhhhhhhhhhh