15 April 2009

Konsisten menjadi kata kunci dalam maju mundurnya sebuah organisasi sehingga sikap ini dapat menentukan bagaimana gerak sebuah organisasi. Mengapa demikian? Itu yang menjadi pertanyaan awalnya. Pertama, sikap tidak konsisten merupakan perusak yang dahsyat bagi karakter organisasi. Kedua, konsistensi dapat dijadikan tolak ukur bagi kesuksesan pemimpin. Ketiga, sikap konsisten rupanya sudah membudaya dalam setiap organisasi.

Di PII sendiri bukan menjadi rahasia bahwa sikap tidak konsisten sudah cukup mengakar di dalam diri PII. Sebagai contohnya ketika ada musyawarah baik itu yang sifatnya nasional, wilayah maupun daerah menghasilkan keputusan untuk membentuk kepengurusan. Pada awalnya, jumlah personil kepengurusan bisa mencapai 30 bahkan mungkin lebih. Namun, drama inskonsistensi baru akan muncul tiga atau empat bulan kemudian, dimana pada setiap rapat pleno hanya dihadiri segelintir pengurus.

Dari pengalaman yang terjadi selama ini, dapat disimpulkan bahwa sikap tidak konsisten menjadi perusak dahsyat tatanan sebuah organisasi. Sikap ini merusak modal dari berjalannya organisasi yaitu semangat. Sebagai catatan, dalam melakukan pemilihan pengurus haruslah selektif. Pengurus organisasi mesti mereka-mereka yang memiliki konsistensi semangat. Mereka biasanya person-person yang telah mengerti manfaat berorganisasi. Sembarang rekrut demi memenuhi kuantitas adalah kesalahan fatal.

Pemacu konsistensi anggota adalah konsistensi dari para pemimpinnya. Dalam dimensi yang lebih luas, konsistensi yang dituntut dari seorang pemimpin bukan hanya terkait sikap, tapi juga karakter pribadi dan pengamalan nilai-nilai organisasi. konsistensi segala dimensi pemimpin akan memicu semangat anggota untuk bekerja. Untuk itu pemimpin dituntut harus bisa konsisten memberikan inspirasi serta motivasi bagi anggotanya.

Saya menyatakan sikap tidak konsisten telah menjadi budaya di banyak organisasi nonprofit di Indonesia. Kenapa saya sebut telah membudaya, karena ketidakkonsistenan telah terjadi dimana-mana. Sikap tidak konsisten bukan hanya masalah partisipasi anggota, telah juga menjalar terhadap implementasi program, pertanggungjawaban program serta fokus gerakan.

Program-program dalam rapat kerja seringkali dibuat dengan mimpi-mimpi yang begitu tinggi tapi tak membumi. Tolak ukur tidak jelas serta implementasi tidak secara konsisten dikawal oleh para punggawa organisasi. Celakanya, hal ini terjadi hampir diseluruh organisasi. Ironis memang. Ditengah kemerosotan ini, beberapa organisasi saya lihat telah banyak berbenah. Mereka berusaha untuk berbenah menjadi organisasi moderen. Untuk mencegah menjalarnya budaya ketidakkonsistenan, transformasi organisasi adalah kebutuhan yang mendesak.

Jadi, ” Sukses adalah gabungan antara kecemerlangan ide dan sikap konsisten”.
Posted by Pw PII Sumut on 19.49 in     1 comment »

1 komentar :

Anonim mengatakan...

Hancur kita kalau tidak konsisten!!!