Ketua Umum PW PII Sumatera Utara Periode 2007-2009
Pemilihan Gubernur Sumatera Utara yang InsyaAllah diselenggarakan pada 16 April 2008 yang akan datang menimbulkan kegelisahan bagi Ummat Islam. Sebuah "prestasi" karena pada Pilkada SUMUT melahirkan 5 orang calon Cagub dan Cawagub. Dari kelima calon yang ada terdapat 3 pasangan Islam-Islam, 1 pasangan Islam-Kristen, dan 1 pasangan Kristen-Islam. Dari 3 pasangan Islam-Islam, ketiga calon wakil gubernurnya adalah para Ustadz. Hal inilah mengapa Pilkada yang akan diselenggarakan di SUMUT ini akan menjadi rawan bagi ummat Islam karena sudah barang tentu suara Ummat Islam akan terpecah pada ketiga calon ini.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Utara sebagai wadah para ulama, zu'ama, dan cendikiwian muslim ini sangat khawatir sehingga pada 23 Februari 2008 yang lalu MUI membentuk Forum Silaturahmi Umat Islam (FSUI) sebagai wadah yang menaungi organisasi Islam untuk merekomendasikan pasangan mana yang pantas sebagai BK 1. MUI Sumatera Utara, para tokoh ummat Islam dan tokoh Organisasi Islam memang patut risau dengan keadaan Pilgubsu yang baru pertama kali digelar di daerah ini. Pengalaman Kalimantan Barat dan di daerah-daerah lain beberapa waktu lalu adalah pelajaran pahit yang tidak diinginkan terjadi di Sumatera Utara. Berbagai jalan memang sudah ditempuh, termasuk sejak awal sebelum pencalonan. Partai Islam membentuk koalisi dan di luar partai para tokoh umat membentuk Koalisi Ummat (KU). Tujuannya sama: bagaimana agar calon dari ummat Islam hanya satu pasangan saja. Tetapi usaha itu gagal, karena partai-partai memiliki alasannya sendiri-sendiri untuk mencalonkan, sementara KU tidak berdaya apa-apa karena memang tidak punya otoritas mengusung calon. Tiga pasangan Islam-Islam pun kemudian mencuat, dan yang menambah kegalauan hati lagi adalah, para wakil dari tiga calon itu semuanya Ustadz yang semestinya ikut risau dengan keadaan ini.
Sejauh ini harapan adanya pasangan Islam-Islam mundur dari pencalonan nampaknya jauh panggang dari api. Maka masuk akal jika ada upaya akhir menghindari pengalaman Kalimantan Barat itu, yakni dengan cara menggiring umat Islam ke satu calon. Inilah yang dilakukan FSUI yang dibentuk di markas MUI pada 23 Februari lalu itu.
Sabtu 1 Maret lalu Forum Suara Ummat Islam (FSUI), sebuah forum yang pembentukannya difasilitasi oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Utara, menetapkan dukungannya kepada pasangan Wahab Dalimunthe dan Raden Muhammad Syafi'i, masing-masing sebagai calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara, pada Pilgubsu 16 April 2008. Penetapan ini didasarkan pada hasil scoring yang dilakukan terhadap para pasangan Cagub/Cawagubsu dengan aspek-aspek penilaian yang meliputi bidang keagamaan/moralitas, kapabilitas dan integritas. Pasangan Wahab-Syafi'i memperoleh nilai tertinggi, yakni 32.242 yang diikuti Umri-Maratua 29.896 dan Syamsul-Gatot 28.392.
Pro kontra terhadap putusan FSUI itu jelas ada. Tudingan, MUI telah memihak pada satu calon atau sudah terlibat dalam politik praktis membuat MUI gamang dan coba "cuci tangan" dengan menarik jarak dari FSUI hasil prakarsanya sendiri. Kedekatan beberapa oknum pengurus MUI dengan calon tertentu yang mendapat nilai lebih rendah, adalah masalah lain yang menambah kegamangan lembaga para orang alim ini. Tetapi fenomena ini sesungguhnya menunjukkan betapa simpang-siaurnya pemahaman ummat tentang peran ulama dan tugas Amar Ma'ruf nahi Mungkar. Mungkin juga pemahaman para Ulamanya.
Kepemimpinan atau imamah adalah bagian yang mendapat perhatian sangat penting dalam Islam. Di dalam Al Quran Allah berulangkali mengingatkan agar umat Islam hati-hati dalam memilih pemimpin. Kualitas keimanan-ketaqwaan adalah acuan utamanya, dan ada ancaman bagi mereka yang memilih di luar acuan itu.
Dalam konteks Sumatera Utara, tentulah MUI Sumatera Utara yang lebih berwenang mengukur kualitas keimanan calon pemimpin itu. Dialah rujukan umat, sebab di lembaga ini duduk para alim yang berasal dari berbagai ormas Islam dan ragam disiplin ilmu. Maka, di tengah kerisauan seperti saat ini, di mana umat Islam dihadapkan kepada bayangan Kalimantan Barat, MUI Sumatera Utara memang sudah semestinya memberi jalan keluar. Bukannya menghindar dan membiarkan umat tanpa pegangan hingga terjerumus kepada satu keadaan yang buruk.
Ini adalah tugas Amar Ma'ruf nahi Mungkar, menyeru ummat kepada jalan kebaikan dan menghindarkan mereka dari hal yang dapat menimbulkan kemungkaran atau keburukan.
Sebagai rujukan dan panduan ummat, MUI memang tidak mungkin melepaskan diri dari masalah politik. Tetapi tentu saja paradigma politik Islam yang dibawa MUI berbeda dengan apa yang berlaku umum dewasa ini, yaitu merebut kekuasaan dengan cara apa saja. Islam mengedepankan nilai keimanan-ketaqwaan. Ke arah itulah kepemihakan Islam, kepemihakan MUI. Bukan kepada kekuasaan dan bukan pula kepada oknum pribadi atau kelompok orang, tetapi kepada nilai yang dibawa atau yang melekat pada si oknum itu. Inilah politik Amar Ma'ruf nahi Mungkar: menyeru, mendukung dan membela kondisi (siapa saja yang berbuat) ma'ruf dan mencegah, melawan kondisi (siapa pun yang berbuat) mungkar.
Peranan MUI dalam hal menentukan kepemimpinan dewasa ini terasa semakin penting dan diharapkan karena beberapa sebab. Pertama, karena jumlah partai yang berbasis (setidaknya mengklaim memperjuangkan aspirasi) umat Islam sangat banyak, yang berpotensi memecah dan membingungkan umat. Kedua, kenyataan "partai-partai Islam" tersebut memiliki kepentingannya sendiri-sendiri pula, yang juga berpotensi menimbulkan kebingungan di kalangan ummat. Belum lagi, yang ketiga, kebijakan elite partai yang sesungguhnya tidak mencerminkan masyarakat pendukungnya. Maka dalam hal ini MUI diharapkan dapat menjadi wasit yang tegas, mendukung mereka yang berbuat makruf dan mencegah mereka yang berbuat mungkar.
Keputusan FSUI ini boleh jadi menyakitkan bagi sebagian umat, atau setidaknya bagi calon yang kebetulan mendapat nilai lebih rendah. Tetapi ini adalah pelajaran yang sangat berharga yang merupakan langkah awal untuk kemajuan umat yang patut disyukuri. Dalam jangka panjang, setiap orang yang akan maju menjadi calon pemimpin, diharapkan akan selalu berhati-hati, mengukur dan berkaca diri tetang kepatutannya memimpin. Maka, kesiapannya maju sebagai calon tidak lagi semata-mata didasarkan kepada kecukupan dana dan kemahirann mendekati kelompok masyarakat tertentu, tetapi juga yang terpenting adalah nilai keislaman yang ia miliki. Artinya, telah tumbuh kesadaran yang tinggi akan kepentingan yang lebih besar, yakni kepentingan ummat. Artinya lagi, setiap calon memang betul-betul iklhas untuk maju menjadi pemimpin demi kepentingan ummat sekaligus juga ikhlas mundur demi kepentingan umat jika ternyata dinilai oleh MUI -sebagai wasit- mendapat nilai lebih rendah dari calon lain. Oleh karena itu MUI diharapkan membuat kriteria dasar yang baku dan bobot nilai masing-masing kriteria bagi keperluan penilain calon pemimpin, agar kelak setiap calon dapat berkaca padanya, mengukur dirinya sendiri sebelum menentukan keputusan untuk maju.
Putusan FSUI bentukan MUI sudah jelas. Sekarang tinggal kesadaran dan keikhlasan kita mendukung putusan itu benar-benar demi kepentingan ummat, menghapus bayang-bayang Kalimantan Barat. Namun itu hanyalah alternatif. Khususnya bagi mereka yang belum punya pilihan alias masih bingung menentukan pilihannya. Putusan FSUI itu sekaligus mencegah umat Islam Golput dalam Pilkada mendatang.
Wallahu A'lam bishowaf
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Utara sebagai wadah para ulama, zu'ama, dan cendikiwian muslim ini sangat khawatir sehingga pada 23 Februari 2008 yang lalu MUI membentuk Forum Silaturahmi Umat Islam (FSUI) sebagai wadah yang menaungi organisasi Islam untuk merekomendasikan pasangan mana yang pantas sebagai BK 1. MUI Sumatera Utara, para tokoh ummat Islam dan tokoh Organisasi Islam memang patut risau dengan keadaan Pilgubsu yang baru pertama kali digelar di daerah ini. Pengalaman Kalimantan Barat dan di daerah-daerah lain beberapa waktu lalu adalah pelajaran pahit yang tidak diinginkan terjadi di Sumatera Utara. Berbagai jalan memang sudah ditempuh, termasuk sejak awal sebelum pencalonan. Partai Islam membentuk koalisi dan di luar partai para tokoh umat membentuk Koalisi Ummat (KU). Tujuannya sama: bagaimana agar calon dari ummat Islam hanya satu pasangan saja. Tetapi usaha itu gagal, karena partai-partai memiliki alasannya sendiri-sendiri untuk mencalonkan, sementara KU tidak berdaya apa-apa karena memang tidak punya otoritas mengusung calon. Tiga pasangan Islam-Islam pun kemudian mencuat, dan yang menambah kegalauan hati lagi adalah, para wakil dari tiga calon itu semuanya Ustadz yang semestinya ikut risau dengan keadaan ini.
Sejauh ini harapan adanya pasangan Islam-Islam mundur dari pencalonan nampaknya jauh panggang dari api. Maka masuk akal jika ada upaya akhir menghindari pengalaman Kalimantan Barat itu, yakni dengan cara menggiring umat Islam ke satu calon. Inilah yang dilakukan FSUI yang dibentuk di markas MUI pada 23 Februari lalu itu.
Sabtu 1 Maret lalu Forum Suara Ummat Islam (FSUI), sebuah forum yang pembentukannya difasilitasi oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Utara, menetapkan dukungannya kepada pasangan Wahab Dalimunthe dan Raden Muhammad Syafi'i, masing-masing sebagai calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara, pada Pilgubsu 16 April 2008. Penetapan ini didasarkan pada hasil scoring yang dilakukan terhadap para pasangan Cagub/Cawagubsu dengan aspek-aspek penilaian yang meliputi bidang keagamaan/moralitas, kapabilitas dan integritas. Pasangan Wahab-Syafi'i memperoleh nilai tertinggi, yakni 32.242 yang diikuti Umri-Maratua 29.896 dan Syamsul-Gatot 28.392.
Pro kontra terhadap putusan FSUI itu jelas ada. Tudingan, MUI telah memihak pada satu calon atau sudah terlibat dalam politik praktis membuat MUI gamang dan coba "cuci tangan" dengan menarik jarak dari FSUI hasil prakarsanya sendiri. Kedekatan beberapa oknum pengurus MUI dengan calon tertentu yang mendapat nilai lebih rendah, adalah masalah lain yang menambah kegamangan lembaga para orang alim ini. Tetapi fenomena ini sesungguhnya menunjukkan betapa simpang-siaurnya pemahaman ummat tentang peran ulama dan tugas Amar Ma'ruf nahi Mungkar. Mungkin juga pemahaman para Ulamanya.
Kepemimpinan atau imamah adalah bagian yang mendapat perhatian sangat penting dalam Islam. Di dalam Al Quran Allah berulangkali mengingatkan agar umat Islam hati-hati dalam memilih pemimpin. Kualitas keimanan-ketaqwaan adalah acuan utamanya, dan ada ancaman bagi mereka yang memilih di luar acuan itu.
Dalam konteks Sumatera Utara, tentulah MUI Sumatera Utara yang lebih berwenang mengukur kualitas keimanan calon pemimpin itu. Dialah rujukan umat, sebab di lembaga ini duduk para alim yang berasal dari berbagai ormas Islam dan ragam disiplin ilmu. Maka, di tengah kerisauan seperti saat ini, di mana umat Islam dihadapkan kepada bayangan Kalimantan Barat, MUI Sumatera Utara memang sudah semestinya memberi jalan keluar. Bukannya menghindar dan membiarkan umat tanpa pegangan hingga terjerumus kepada satu keadaan yang buruk.
Ini adalah tugas Amar Ma'ruf nahi Mungkar, menyeru ummat kepada jalan kebaikan dan menghindarkan mereka dari hal yang dapat menimbulkan kemungkaran atau keburukan.
Sebagai rujukan dan panduan ummat, MUI memang tidak mungkin melepaskan diri dari masalah politik. Tetapi tentu saja paradigma politik Islam yang dibawa MUI berbeda dengan apa yang berlaku umum dewasa ini, yaitu merebut kekuasaan dengan cara apa saja. Islam mengedepankan nilai keimanan-ketaqwaan. Ke arah itulah kepemihakan Islam, kepemihakan MUI. Bukan kepada kekuasaan dan bukan pula kepada oknum pribadi atau kelompok orang, tetapi kepada nilai yang dibawa atau yang melekat pada si oknum itu. Inilah politik Amar Ma'ruf nahi Mungkar: menyeru, mendukung dan membela kondisi (siapa saja yang berbuat) ma'ruf dan mencegah, melawan kondisi (siapa pun yang berbuat) mungkar.
Peranan MUI dalam hal menentukan kepemimpinan dewasa ini terasa semakin penting dan diharapkan karena beberapa sebab. Pertama, karena jumlah partai yang berbasis (setidaknya mengklaim memperjuangkan aspirasi) umat Islam sangat banyak, yang berpotensi memecah dan membingungkan umat. Kedua, kenyataan "partai-partai Islam" tersebut memiliki kepentingannya sendiri-sendiri pula, yang juga berpotensi menimbulkan kebingungan di kalangan ummat. Belum lagi, yang ketiga, kebijakan elite partai yang sesungguhnya tidak mencerminkan masyarakat pendukungnya. Maka dalam hal ini MUI diharapkan dapat menjadi wasit yang tegas, mendukung mereka yang berbuat makruf dan mencegah mereka yang berbuat mungkar.
Keputusan FSUI ini boleh jadi menyakitkan bagi sebagian umat, atau setidaknya bagi calon yang kebetulan mendapat nilai lebih rendah. Tetapi ini adalah pelajaran yang sangat berharga yang merupakan langkah awal untuk kemajuan umat yang patut disyukuri. Dalam jangka panjang, setiap orang yang akan maju menjadi calon pemimpin, diharapkan akan selalu berhati-hati, mengukur dan berkaca diri tetang kepatutannya memimpin. Maka, kesiapannya maju sebagai calon tidak lagi semata-mata didasarkan kepada kecukupan dana dan kemahirann mendekati kelompok masyarakat tertentu, tetapi juga yang terpenting adalah nilai keislaman yang ia miliki. Artinya, telah tumbuh kesadaran yang tinggi akan kepentingan yang lebih besar, yakni kepentingan ummat. Artinya lagi, setiap calon memang betul-betul iklhas untuk maju menjadi pemimpin demi kepentingan ummat sekaligus juga ikhlas mundur demi kepentingan umat jika ternyata dinilai oleh MUI -sebagai wasit- mendapat nilai lebih rendah dari calon lain. Oleh karena itu MUI diharapkan membuat kriteria dasar yang baku dan bobot nilai masing-masing kriteria bagi keperluan penilain calon pemimpin, agar kelak setiap calon dapat berkaca padanya, mengukur dirinya sendiri sebelum menentukan keputusan untuk maju.
Putusan FSUI bentukan MUI sudah jelas. Sekarang tinggal kesadaran dan keikhlasan kita mendukung putusan itu benar-benar demi kepentingan ummat, menghapus bayang-bayang Kalimantan Barat. Namun itu hanyalah alternatif. Khususnya bagi mereka yang belum punya pilihan alias masih bingung menentukan pilihannya. Putusan FSUI itu sekaligus mencegah umat Islam Golput dalam Pilkada mendatang.
Wallahu A'lam bishowaf
0 komentar :
Posting Komentar