09 Februari 2008
Tahap pengajuan calon Gubernur/Wakil Gubernur Sumatera Utara sudah dilalui tanpa adanya kendala yang berarti. Sesuai dengan jadwal yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum Daerah Sumatera Utara, partai politik maupun gabungan partai politik telah menyampaikan calon masing-masing. Tahap penjaringan calon maupun pengajuan calon merupakan salah satu titik rawan Pilkada yang terjadi di internal partai. Pecat memecat merupakan hal lumrah, bahkan di daerah lain masalah internal partai diselesaikan di sidang pengadilan. Namun mengacu kepada pengalaman Pilkada yang digelar sejak tahun 2005 lalu di antero tanah air, titik rawan paling tinggi yang dapat menimbulkan anarkis dan 'chaos' adalah pada tahap penetapan pemenang Pilkada. Masih segar dalam ingatan kita peristiwa anarkis yang terjadi pada Pilkada tingkat kabupaten/kota Provinsi Sumatera Utara di Kota Binjai dan Kabupaten Tapanuli Tengah, dengan terbakarnya kantor Komisi Pemilihan Umum Daerah sehingga kantor KPUD hangus terbakar dan melenyapkan dokumen serta arsip yang berada di sana. Demikian pula yang terjadi di kabupaten Kaur Provinsi Bengkulu, Kabupaten Situbondo dan Tuban Provinsi Jawa Timur, di mana amuk massa sangat brutal sehingga suasana sangat mencekam dengan dibakarnya aset pemerimtah seperti bangunan kantor Bupati, kantor Dinas/Badan dan fasilitas umum lainnya. Bahkan aset pribadi milik kepala daerah yang menang dalam Pilkada Tuban, seperti rumah, SPBU, hotel dibumihanguskan, sehingga kondusivitas daerah terganggu, sedangkan pelayanan publik menjadi terbengkalai. Kompak dan Solid Mengantisipasi anarkisme Pilkada agar tidak terjadi pada penyelenggaraan pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur Sumatera Utara, perlu komitmen yang sungguh-sungguh dengan upaya dan langkah-langkah nyata dari aparat penyelenggara, pengawas, pemerintah daerah, aparat keamanan maupun stake holder lainnya. Kewajiban dan tanggung jawab Komisi Pemilihan Daerah Sumatera Utara sebagai institusi penyelenggara Pilgubsu cukup berat, sangat penting dan strategis. Sebagai pemegang otoritas penuh untuk melaksanakan Pilgubsu, dituntut kekompakan dan kesolidan KPUD Sumatera Utara sampai ke tataran terbawah secara berjenjang dari KPUD Kabupaten/Kota, Panitia Peneyelenggara Kecamatan, Panitia Pemungutan Suara (PPS) sampai ke tingkat Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Untuk itu sangat dibutuhkan kekompakan dan kesolidan KPUD. Seluruh aparat penyelenggara mulai dari tingkat Provinsi sampai tingkat dusun/lingkungan harus punya komitmen secara konsekuen dan konsisten melaksanakan penyelenggaraan Pilgubsu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Komitmen dan istiqomah ini sangat penting terutama dalam tahap penghitungan suara, bahkan lebih utama lagi pada waktu penetapan/pengumunan pemenag Pilkada. Jangan sampai ada aparat penyelenggara punya 'interest' (kepentingan), bermain api dengan calon yang bertarung dalam Pilkada. Seperti yang terjadi pada Pilkada Kabupaten Tapanuli Selatan tahun 2005 lalu. Beberapa oknum KPUD punya kepentingan pribadi, sehingga terjadi pecah kongsi atau tidak terdapat suatu kesepakatan dalam memutuskan pemenang Pilkada, sehingga memakan korban yaitu sang ketuanya terpaksa berurusan dengan pihak berwajib, bahkan terkena punishment melalui proses hukum di pengadilan. Dalam penyelenggaraan Pilgubsu, kerja sama dan sinergitas dengan panitia pengawas perlu dijalin dengan semangat kebersamaan dalam melaksanakan tugas dan fungsi masing-masing, Karena sering pula terjadi ketidakakuran ataupun miskomunikasi dan misinterpretasi dalam menafsirkan aturan dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Ketidakberesan maupun kekacauan yang terjadi dalam pelaksanaan Pilgubsu jangan sampai diambil alih oleh KPU Pusat seperti yang terjadi di Provinsi Maluku Utara. Pada waktu itu KPUD Provinsi Maluku Tenggara telah memutuskan pemenang Pilgub adalah Thabrani Ismail. Keputusan KPUD tersebut mendapat protes dari kubu yang kalah, karena mereka mendapat fakta di lapangan terjadi kecurangan-kecurangan. Sebagai implikasinya, KPU Pusat yang mempunyai kewenangan 'suvervisi' atas pelaksanaan pemilihan Gubernur (Undang-undang Nomor:32 tahun 2007 tentang penyelenggara pemilu), telah menganulir keputusan KPUD Provinsi Maluku Utara dengan menetapkan pemenang Pilgub Maluku Tenggara yaitu Abdul Gafur, bahkan KPU Pusat telah memecat beberapa anggota KPUD di provinsi itu. Tentu saja keputusan itu mendapat perlawanan dari kubu yang dirugikan, sehingga terjadi unjuk rasa besar-besaran. Mereka menganggap keputusan yang ditetapkan KPU Pusat inkonstitusional, karena peraturan pelaksanaan Undang-undang Nomor: 32 tahun 2007 belum keluar, sehingga belum bisa dilaksanakan. Hingga saat ini kasus itu masih belum selesai, sehingga Mendagri telah menetapkan pejabat sementara Gubernur Maluku Tenggara, sampai masalah itu clear.Anarki Selain itu kita harus mengambil hikmah dari pelaksanaan Pilgub Provinsi Sulawesi Selatan. Akibat terjadinya kecurangan terhadap tahap pemungutan penghitungan suara yang dibuktikan dengan fakta-fakta di persidangan, akhirnya Mahkamah Agung memutuskan agar diadakan pemilu ulang di empat kabupaten, masing-masing Kabupaten Bantaeng, Tana Toraja, Gowa dan Bone. Walaupun keputusan Mahkamah Agung tidak dengan suara bulat, namun kubu Syahrul Yasin LimpoAgus Arifin Nu'mang sebagai pemenang Pilkada yang ditetapkan KPUD Sulawesi Selatan melakukan protes. Ketidakpuasan itu, mereka lampiaskan dengan menggelar unjuk rasa besar-besaran disertai tindakan anarki. Melakukan mobilisasi massa puluhan ribu orang dengan mengepung gedung DPRD dan rumah dinas Gubernur seraya memblokir jalan dengan membakar ban bekas. Kubu Aminsyam-Mansyur Ramli sebagai pihak yang kalah dalam Pilkada juga tidak tinggal diam. Mereka juga mengerahkan massa yang juga tak kalah dengan lawan politiknya. Ironis memang, aksi anarki yang terjadi dan mungkin akan berlanjut sudah barang tentu sangat merugikan provinsi itu. Kondisi itu membuka peluang terjadinya polarisasi politik dan disintegrasi sosial, karena terjadinya kubu-kubuan komponen masyarakat. Apalagi fenomena menunjukkan birokrasi juga sudah terpecah belah dan tidak bersikap netral lagi. Tentu saja yang dirugikan adalah rakyat dengan terganggunya stabilitas politik dan pemerintahan dan mandeknya pelayanan publik. Berkaca dari pengalaman Pilgub Provinsi Maluku Tenggara, Provinsi Sulawesi yang diwarnai anarki, kita tidak menginginkan hal itu terjadi di Provinsi Sumaatera Utara. Oleh karena itu untuk mencegahnya, kearifan politik rakyat harus diikuti dengan adanya komitmen bersama dari seluruh stake holders Pilgubsu, untuk melaksanakan aturan main (rule of game) baik pada sistem, institusi maupun pada calon-calon yang bertarung dalam Pilgubsu. Melihat kesiapan penyelenggara, pengawas, pemerintah daerah, dan aparat keamanan didukung partisipasi politik rakyat, diharapkan pelaksanaan pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur Provinsi Sumatera Utara akan dapat berjalan dengan aman, tertib, lancar dan damai. Bukankah provinsi ini juga merupakan 'barometer' bagi provinsi lainnya di negeri ini?
Posted by
Pw PII Sumut
on
14.20
No comments »
Artikel Terakhir
Label
- Artikel Kader ( 31 )
- Berita Daerah ( 55 )
- Berita Nasional ( 20 )
- Berita Wilayah ( 58 )
- Info ( 59 )
- Kursus ( 15 )
- Training ( 35 )
Kritik dan Saran
Kritik dan saran serta tulisan baik artikel, opini, berita, puisi, cerpen, dan lain-lain. Dapat dikirimkan ke Redaksi ESENSI di email pwpwpii_su@yahoo.co. atau Cp: +6282274167194 jazakallahu khairan katsiiran.
Semangat Musim Training PII se-Sumatera Utara, Advance Training dan Pelantikan PW PII Sumut Periode 2019-2021
Pengurus Wilayah Pelajar Islam Indonesia (PII) Sumatera Utara Periode 2019-2021. Diberdayakan oleh Blogger.
0 komentar :
Posting Komentar