Sulit rasanya untuk mencari sosok seperti Beliau saat ini. Beliau memiliki wawasan luas, memiliki pengalaman Internasional yang membanggakan, berkontribusi besar dalam sejarah pembentukan bangsa namun disisi lain Beliau juga seorang yang rendah hati dan sederhana. Tidak terlalu banyak sensasi ataupun drama picisan dalam perjalanan hidup Beliau, mungkin itu juga yang membuat Beliau kalah pamor dibanding tokoh lainnya.
Mohamad Natsir lahir di Sumatera Barat 1908 dan tumbuh di lingkungan yang islami. Selepas menyelesaikan pendidikan di HIS padang, Beliau mendapatkan kesempatan untuk bersekolah di MULO Bandung. Melalui pendidikan formal dan nonformal yang ia dapatkan, Beliau kemudian menguasai beberapa bahasa asing seperti Arab, Belanda dan Inggris. Dengan bekal bahasa inilah Beliau kemudian memiliki akses terhadap ilmu pengetahuan yang ada di dunia. Hal ini berdampak besar terhadap cara pandang Beliau mengenai segala sesuatu, terutama pendidikan.
Beliau sangat paham bahwa ilmu bersifat universal, yang artinya siapapun dimanapun bisa mempelajari dan mengembangkannya. Dan beliau juga termasuk orang yang sangat terbuka terhadap ilmu pengetahuan. Sehingga untuk dapat menyerap ilmu pengetahuan yang ada Beliau mulai mempelajari banyak bahasa. Menurut Beliau bahasa merupakan alat pencerdasan, karena melalui bahasa itu banyak kebudayaan dibentuk. Tujuan beliau menguasai berbagai bahasa tidak lain agar dapat menangkap dan menyampaikan pesan/ilmu yang mungkin sulit dilakukan bahasa Indonesia, karena keterbatasan kekayaan makna. Namun beliau mengingatkan bahwa sebaik-baiknya bahasa bagi bangsa kita ialah bahasa Indonesia, karena itulah beliau sangat menganjurkan untuk terus mengembangkan bahasa ini. Bahasa Indonesia, bahasa kita sendiri, adalah syarat berdiri tegaknya kebudayaan kita. Selama masa hidupnya Beliau banyak menghasilkan karya tulis dalam bahasa Indonesia dan sebagian berbahasa asing, terutama bahasa Arab.
Selama menempuh pendidikan formal, yang sebagian besar adalah sekolah bentukan Belanda, Beliau merasakan bahwa falsafah yang digunakan sangat tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Pendidikan seharusnya didasarkan tujuan yang lebih mulia, lebih dari sekedar membentuk calon pekerja. Pendidikan harus mampu membuka cakrawala, memberikan “kesanggupan”, dan menambah nilai kebermanfaatan manusia. Dan yang paling penting, menurut Beliau, melalui pendidikan inilah setiap orang dapat mengetahui dan memahami apa tujuan hidupnya.
Beliau berpendapat, bahwa kemajuan sebuah bangsa itu ditentukan dari bagaimana bangsa itu memandang pendidikan yang ada. Beliau menyesalkan pandangan orang-orang yang terlalu mengagungkan pencapaian pendahulu mereka, dalam salah satu tulisan Beliau mencontohkan Spanyol yang mengalami keterpurukan dibanding negara Eropa lainnya waktu itu. Spanyol terlalu larut dalam nostalgia dan romantisme kejayaan mereka masa lalu. Menurut Beliau, apa yang dicapai orang-orang terdahulu adalah buah dari kerja keras dan mereka pantas untuk mendapatkan itu didasarkan pada kualitas dan kesanggupan mereka. Bagi kita sekarang, kondisi saat inilah yang menjadi tanggung jawab kita. Untuk itulah Beliau menekankan bahwa mereka yang berkualitas dan memiliki kesanggupanlah yang pantas untuk merasakan nikmatnya kemenangan.
Selain itu Beliau menekankan bahwa regenerasi itu sangatlah penting, dan untuk itulah dibutuhkan sistem pendidikan yang handal. Ada poin unik yang disampaikan Beliau, bahwa setiap orang berkewajiban menyiapkan dirinya untuk menjadi lebih baik agar bisa menyiapkan generasi selanjutnya yang jauh lebih baik.
Referensi:
Mohamad Natsir. “Capita Selecta I”. Cetakan Kedua. Penerbit Sumur Bandung.1961
dikutip dari wordpress.com
posted by asha
0 komentar :
Posting Komentar