SEJARAH BANGKITNYA PELAJAR ISLAM INDONESIA (PII)
Pelajar Islam Indonesia secara resmi bangkit pertama kali 4 Mei 1947
di kota perjuangan Yogyakarta oleh beberapa intelektual muda ternama
saat itu antara lain ; Yoesdi Ghazali , Anton Timur Jaelani, Amin Syahri
dan Ibrahim Zarkasy. Salah satu faktor yang melandasi kebangkitan PII
adalah adanya dualisme dalam sistem pendidikan terhadap umat Islam
Indonesia oleh penjajah Belanda yaitu pesantren dan sekolah umum.
Pesantren memiliki orientasi esakatologis sementara sekolah umum
berorientasi pada duniawi. Sebagai konsekuensi dari dualisme sistem ini
para siswa terpecah menjadi dua kubu dan saling mengejek. Para santri
mengklaim sekolah umum sebagai sekolah sekuler yang tidak percaya pada
Tuhan, sistem pendidikan warisan penjajah Belanda dan mengkafirkan para
siswa yang belajar di sekolah umum. Pada sisi yang lain, pelajar dari
sekolah umum mengejak santri sebagai pelajar yang tradisional, kuno,
konserfatif dan ketinggalan jaman.
Pada saat itu telah ada organisasi yang bernama
Ikatan Pelajar Indonesia (IPI). Akan tetapi organisasi ini tidak mampu
mengakomodasi aspirasi santri, sehingga tidak dapat mempertemukan dua
kelompok pelajar yang saling bertentangan ini. Menyadari realitas sosial
ini, ketika itu ada seorang pemuda Islam bernama Yoesdhi Ghozali yang
melakukan iktikaf di Masjid di Yogyakarta dan pada tanggal 25 Pebruari
1947 mendapat ilham untuk mendirikan suatu organisasi yang dapat
mengakomodasi pelajar Islam baik dari pesantren maupun sekolah umum.
Gagasan ini kemudian disampaikannya di SMP N 2 Secodiningrat,
Yogyakarta. Teman-temannya yang menghadiri pertemuan itu adalah Anton
Timur Djaelani, Amien Syahri, dan Ibrahim Zarkasyi juga semua audiens
menyetujui untuk mendirikan suatu organisasi untuk pelajar muslim yang
akan menampung pelajar dari sekolah umum dan pesantren. Kesepakatan ini
kemudian dipresentasikan dalam Kongres Gerakan Pemuda Islam Indonesia
(GPII) pada tanggal 30 Maret s.d. 1 April 1947. Mayoritas dari peserta
kongres menyetujui gagasan tersebut. Bahkan kongres kemudian menetapkan
untuk menggabungkan divisi/bidang kepelajaran dari GPII ke dalam PII.
Selain itu para peserta kongres juga diminta untuk membantu dan
memudahkan pendirian cabang-cabang PII di seluruh Indonesia.
Pada Kongres GPII 30 maret – 1 april 1947 di Muallimin Yogyakarta,
disampaikan oleh Yoesdi Ghozali kepada forum terkait keinginan untuk
mendirikan organisasi pelajar se-Indonesia dan disetujui oleh forum. Dan
sebagai tindak lanjutnya, kemudian GPII bagian ke-pelajaran dilepas
untuk kemudian digabungkan dengan organisasi pelajar yang akan dibentuk.
Digedung atau kantor GPII jalan Margomulyo no. 8 (depan Gedung
Agung) pertemuan dipimpin oleh Yoesdi Ghozali, dihadiri antara lain:
– Yahya ubed dari Persatuan Pelajar Islam Surakarta (PPIS)
– Multazam dan Sowabi dari Pergabungan Kursus Islam Sekolah Menengah (PERKISEM) Surakarta
– Anton Timur Djaelani dan Amir Syahri dari bagian pelajar GPII
Pada hari Minggu pukul 10.00 WIB dari pertemuan tersebut dihasilkan bahwa PELAJAR ISLAM INDONESIA (PII) didirikan dengan Rasa
kesadaran dan tanggung jawab sebagai Pelajar Islam atas
kewajiban-kewajibannya untuk Agama, Nusa dan Bangsa terutama umat Islam
Indonesia dalam mencapai cita-citanya. Yang kemudian pada hari itu dijadikan HARI BANGKIT PII.
Kebangkitan PII termotivasi oleh dua (2) panggilan:
– Panggilan Agama; karena sebagai bagian dari umat Islam, PII
dipanggil untuk mempersatukan umat Islam yang terpecah belah sebagaimana
yang termaktub dalam Al-Quran surat Ali Imran 103, “berpegang teguhlah
kepada tali Allah, dan janganlah kamu terpecah belah…”
– Panggilan sejarah; karena melihat proklamasi 17 Agustus 1945 yang
merupakan cita-cita luhur segenap bangsa Indonesia, berada dalam ancaman
kembalinya Belanda untuk menjajah Indonesia.
PII tanpa ikatan, dihimpun, persatuan dan lain-lain agar tidak
timbul konotasi kelompok atau gerakan yang menghimpun kekuatan, tapi
lebih merupakan sarana pemudan atau pelajar untuk membina pribadi dan
mengembangkan potensi sehingga akan mampu memahakan bahwa PII adalah
milik seluruh pemuda pelajar Islam serta umat Islam. Dan sebagai upaya
menghilangkan dikotomi antara pelajar dan santri.
1 komentar :
menyusul kemudian sejarah katiduli
Posting Komentar