Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Syamsul Arifin ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Walikota Medan Rahudman Harahap ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Sumut. Tentunya hal ini menjadi pukulan telak bagi masyarakat Sumut.
Selain mencoreng citra daerah ini karena keduanya disangkakan kasus korupsi, hal ini menjadi peringatanmasyarakat mengoreksi kembali sikap dan orientasi politiknya dalam Pemilukada.
Pengamat Politik Universitas Sumatera Utara (USU) yang juga Direktur Rumah Politik Andalas, Ahmad Taufan Damanik menyatakan, khusus untuk Medan, tampaknya kota ini akan kembali mengalami perlambatan laju pembangunan setelah sebelumnya juga mengalami kasus yang sama, Walikota dan Wakil Walikota sebelumnya yang juga tersangkut kasus korupsi, ditahan KPK dan kemudian divonis bersalah.
Selain mencoreng citra daerah ini karena keduanya disangkakan kasus korupsi, hal ini menjadi peringatanmasyarakat mengoreksi kembali sikap dan orientasi politiknya dalam Pemilukada.
Pengamat Politik Universitas Sumatera Utara (USU) yang juga Direktur Rumah Politik Andalas, Ahmad Taufan Damanik menyatakan, khusus untuk Medan, tampaknya kota ini akan kembali mengalami perlambatan laju pembangunan setelah sebelumnya juga mengalami kasus yang sama, Walikota dan Wakil Walikota sebelumnya yang juga tersangkut kasus korupsi, ditahan KPK dan kemudian divonis bersalah.
"Kasus ini sekaligus membuktikan upaya pemberantasan korupsi di daerah ini, masih jalan di tempat. Baik pemerintah, masyarakat dan lembaga-lembaga sosial budaya dan agama tidak cukup serius berjuang melawan korupsi, tukas Taufan di Medan, Selasa (26/10/2010).
Salah satu indikatornya, kata Taufan, tidak pekanya elemen-elemen sosial dan politik kita terhadap proses seleksi kepemimpinan politik. Partai-partai misalnya tidak serius melakukan seleksi mengenai siapa yang bersih dan siapa yang mungkin atau berpotensi terkena kasus korupsi.
"Pendeknya, siapa yang bisa membayar mahal adalah orang yang diajukan sebagai kandidat, tanpa mau tahu latar belakang orang tersebut," kata Taufan.
Di sisi lain, masyarakat pun tidak selektif memilih calon. Bahkan praktek politik uang semakin menguat dan tidak lagi ditabukan masyarakat. Sikap pragmatis ini malah diperkuat oleh sikap ulama, tokoh masyarakat, intelektual, dan media massa.
Dengan begitu, kasus-kasus semacam ini semakin menunjukkan melunturnya moralitas politik bangsa. Tidak ada pula contoh kepemimpinan yang baik dan bersih yang bisa memberikan teladan dan dorongan kepada masyarakat serta elemen sosial politik lainnya di dalam membangun sikap politik yang idealistik dan tidak korup.
Langkah-langkah penegakan hukum terbukti masih sangat lemah. Bukan saja karena mafia hukum masih gagal dibersihkan tetapi juga karena dukungan sosial politik tidak cukup kuat melakukan penegakan hukum. Para koruptor dihukum ringan dan malah diapresiasi bak pahlawan atau tokoh yang dihormati.
Budaya penegakan hukum mendorong perilaku korupsi semakin merajalela. Sikap sebagian ulama dan tokoh masyarakat juga sangat memprihatinkan karena tetap memberikan apresiasi dan justifikasi kepada para penguasa yang korup atau yang diindikasikan korup. Padahal semestinya merekalah pemimpin moral yang bisa dijadikan kompas bagi masyarakat yang cenderung pragmatis dan kehilangan orientasi.
Seluruh indikasi ini, lanjut Taufan, sekaligus menunjukkan perbaikan birokrasi pemerintahan masih belum berjalan sehingga praktek korupsi justru bukan menurun tetapi bahkan meningkat. Gembar-gembor mengenai reformasi birokrasi tidak didukung fakta di lapangan, karena ternyata hampir semua pelayanan publik, pengelolaan birokrasi menggunakan praktek KKN.
"Belajar dari kasus-kasus yang dialami Medan dan Sumut, maupun kasus-kasus lain yang sudah terungkap atau belum terungkap, orang Medan dan Sumatera Utara harus melakukan koreksi total atas sikap dan orientasi politiknya," tutup Taufan.
Salah satu indikatornya, kata Taufan, tidak pekanya elemen-elemen sosial dan politik kita terhadap proses seleksi kepemimpinan politik. Partai-partai misalnya tidak serius melakukan seleksi mengenai siapa yang bersih dan siapa yang mungkin atau berpotensi terkena kasus korupsi.
"Pendeknya, siapa yang bisa membayar mahal adalah orang yang diajukan sebagai kandidat, tanpa mau tahu latar belakang orang tersebut," kata Taufan.
Di sisi lain, masyarakat pun tidak selektif memilih calon. Bahkan praktek politik uang semakin menguat dan tidak lagi ditabukan masyarakat. Sikap pragmatis ini malah diperkuat oleh sikap ulama, tokoh masyarakat, intelektual, dan media massa.
Dengan begitu, kasus-kasus semacam ini semakin menunjukkan melunturnya moralitas politik bangsa. Tidak ada pula contoh kepemimpinan yang baik dan bersih yang bisa memberikan teladan dan dorongan kepada masyarakat serta elemen sosial politik lainnya di dalam membangun sikap politik yang idealistik dan tidak korup.
Langkah-langkah penegakan hukum terbukti masih sangat lemah. Bukan saja karena mafia hukum masih gagal dibersihkan tetapi juga karena dukungan sosial politik tidak cukup kuat melakukan penegakan hukum. Para koruptor dihukum ringan dan malah diapresiasi bak pahlawan atau tokoh yang dihormati.
Budaya penegakan hukum mendorong perilaku korupsi semakin merajalela. Sikap sebagian ulama dan tokoh masyarakat juga sangat memprihatinkan karena tetap memberikan apresiasi dan justifikasi kepada para penguasa yang korup atau yang diindikasikan korup. Padahal semestinya merekalah pemimpin moral yang bisa dijadikan kompas bagi masyarakat yang cenderung pragmatis dan kehilangan orientasi.
Seluruh indikasi ini, lanjut Taufan, sekaligus menunjukkan perbaikan birokrasi pemerintahan masih belum berjalan sehingga praktek korupsi justru bukan menurun tetapi bahkan meningkat. Gembar-gembor mengenai reformasi birokrasi tidak didukung fakta di lapangan, karena ternyata hampir semua pelayanan publik, pengelolaan birokrasi menggunakan praktek KKN.
"Belajar dari kasus-kasus yang dialami Medan dan Sumut, maupun kasus-kasus lain yang sudah terungkap atau belum terungkap, orang Medan dan Sumatera Utara harus melakukan koreksi total atas sikap dan orientasi politiknya," tutup Taufan.
0 komentar :
Posting Komentar